Monday, October 09, 2006

Karena Percintaan Setitik Rusak Nyawa Sebelanga


Oke, dua-duanya emang penting. Idealnya keduanya bisa berjalan seiring. Walau kenyataannya, beberapa orang yang selalu punya pacar sering bilang ke gue, ‘Wah enak ya kalo punya banyak temen, kayanya gue jadi nggak punya temen deh abis gue jadian sama ***. Kemana-mana gue bareng sama dia melulu. Jadi nggak pernah main.’ Tapi disisi lain, orang yang punya sahabat dimana-mana juga nggak puas dan sering bilang, ‘Kok gampang ya si ***** tiap abis putus pasti cepet dapet pacar lagi’. Kadang keluhan ditambah dengan embel-embel nggak penting, ‘Padahal ***** kan gak cakep-cakep banget’.

Never ending dialog, ya? Sampai akhirnya gue menonton sebuah film yang benar-benar memutuskan dilema persahabatan dan percintaan ini dengan semena-mena.

Ceritanya ada sepasang anak muda yang udah temenan dari kecil. Kemana-mana bareng. Main basket. Ngobrol. Bareng terus. Sampai BHAM!! 20 tahun kemudian, sang cowok, misalnya namanya Wawan, ketemu ama seorang cewek lain, si Chacha. Dan Wawan jatuh cinta. At first sight. Mudah ditebak, sang sahabat perempuan yang bernama Nina sebenernya naksir Wawan. Lalu mulailah ronde-ronde dimana-mana Wawan –typical, nggak nyadar kalo Nina naksir dia- curhat-curhat tentang Chacha ke Nina. Dan –tentunya- Nina sakit hati dan memendam perasaannya sendirian.

Ini kisah klasik banget yaa. Dan gue juga nyerah aja deh kalo penyelesainnya nih Wawan jadinya sama Chacha eitherway sama Nina. Tapiiii… tetep dong butuh yang namanya proses yang smart untuk mengakhiri semuanya ini.

Sayangnya film ini nggak.

Singkat kata singkat cerita, ternyata si Chacha sakit hati (sirosis = pengerasan hati) sehingga umurnya nggak lama lagi. Sampai akhirnya dia rubuh banget dan dokter memvonis kalau dia bakal mati kecuali dapet donor hati. Di scene lain diliatin si Nina yang sedang patah hati lari-lari keliling kebun (KEBUN bukan JURANG) dan akhirnya terperosok. Secara kebetulan atau ngirit ongkos produksi, Nina masuk rumah sakit yang sama dan berada di ranjang sebelah Chacha di UGD.

Sekali lagi gue tekankan, Nina terperosok di KEBUN. Oke deh luka-luka, oke deh patah kaki. Tapi apa coba keputusan sang penulis cerita: NINA HARUS DIAMPUTASI. Helllooooo…. masih 20 tahun! terperosok di KEBUN doang! Langsung diketemuin sama paramedis! Dan sodara-sodara dia harus DIAMPUTASI.

To make things worse, Nina suka sekali bermain basket. Jadi dia merasa DEPRESI bahwa kakinya harus diamputasi. Okey, that make sense. Tapi, sebagai film yang ceritanya ber-genre remaja, bukankah harusnya film ini penuh semangat dan encouragement? Sayangnya tidak untuk film ini. Akhir kisah Nina memutuskan untuk MENGAKHIRI HIDUPNYA dengan MENDONORKAN hatinya untuk Chacha agar Wawan dan Chacha bisa HIDUP BAHAGIA BERDUA.

Ya sodara-sodara, di film remaja ini, seorang gadis muda berusia sekitar 20 tahun MEMUTUSKAN untuk mengakhiri hidupnya (karena proses DONOR dilakukan dengan sukarela dan bukan pilihan terakhir) demi seorang sahabatnya yang sudah dikenal selama 20 tahun dan basically melupakan dia karena JATUH CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA dengan seorang gadis lain. Notes: Wawan didn’t even showed up at Nina’s funeral.

I am mastering friendship and love relationship, I even write a book on ‘how to cope yourself when your buddy leave you for their spouse’. But death, is none of my choice. Hellish crying and moaning for years are very much possible. But not death.

Kepada bapak penulis cerita dan produser, coba ya jangan segitu naif dan tidak adilnya! I would voodoo you if this movie ever inspire any young person.

Oya, film ini diberi judul HEART, untuk melambangkan proses pendonoran 'hati' secara harfiah maupun kiasan. Sedikit bingung aja, bukannya kalo HATI as in organ tubuh, bahasa inggrisnya bukannya 'LIVER' yah? Mau nonton 'LIVER'? Anyone?

2 comments:

Anonymous said...

iya nduy, jadi nyesel gue beli VCD nya...yg original lagi! (baca: mahal bo!)...gue belum nonton sih, cuman pas adek gue cerita seperti yg elo ceritain, gue langsung ngerasa bahwa ni film merupakan pelecehan intelektual...lagian, emangnya boleh, mendonorkan hati sambil bunuh diri begitu?

geblek emang tuh yg bikin...tapi lagunya sih teteeppp okeh... dengarkan nada sambung pribadi sayah yah :))

Anonymous said...

hummmm... berlebihan sekali ya filmnya.. logikanya banyak yang bengkok... terlalu berani...

*halah goi... sok kritikus banget :)