Friday, December 22, 2006

dan pemenangnya adalah...

Betapa mencengangkannya ketika gue kemaren mendengar pemenang FFI. Over film-film keren macam Denias, Mendadak Dangdut, dan Ruang, lalu satu film lagi yaitu Heart (yang ini gak masuk keren), masak yang menang adalah Ekskul?

Ekskul bercerita tentang seorang anak yang depresi, lalu sebagai dendam, dia kemudian menyandera teman-temannya. Coba kita liat lagi kalimat barusan? Ada tiga kata berkonotasi negative yaitu: depresi, dendam, dan sandera. Coba kita lihat posternya dan trailernya? Gelap. Warna merah. Ada pistol. Yayaya.. berhak untuk dijadikan pemenang sodara-sodara, karena sesuai dengan tema bangsa Indonesia: kekerasan itu asyik.

Apa sih tujuannya begini? Gue baca bahwa salah satu pembelaannya adalah pembelajaran untuk para orang tua agar tidak menyakiti anak agar anak terhindar dari depresi. Selama ini film-film banyak yang bertujuan kepada anak muda, bukan kepada orang tua. Just got one big question underlying the sentence: Berapa banyak sih orang tua yang nonton?

Ada juga yang berkelit bahwa film ini lebih bercerita tentang hal sehari-hari. Helloooo?? Ayo coba baca Koran dan buka mata buka telinga sedikit. Apakah seorang anak SMA yang bisa punya senjata dan punya nyali buat menyandera teman-temannya sering terjadi di Indonesia? Banyakan mana sih: anak yang susah sekolah macam Denias, sama anak yang suka menodongkan pistol pada teman-temannya? Ataukah mulai mau dijadikan kebiasaan sehari-hari? Mereka mungkin udah lupa, kasus dimana ada anak SD membunuh temannya sendiri karena nonton acara Smack Down.

Sekarang, bahkan acara sekaliber FFI yang kemarin didatangi oleh 3 menteri dan 1 gubernur sekalipun ternyata meng-endorse acara berbau kekerasan. Tepuk tangan yuuukk..


kesempatan


Overjoyed dari Stevie Wonder.. Buat gue lagu ini jujur banget dan ngegambarin betapa seseorang yang sudah malang melintang dalam urusan cinta akhirnya menemukan yang dicarinya, tapi ternyata ditolak juga bow. Tapi instead of mellowing gak jelas, om Stevie cuma bilang:

And though the odds say improbable
What do they know
For in romance
All true love needs is a chance
And maybe with a chance you will find
You too like I
Overjoyed, over loved, over you, over you

Chance. Kesempatan. Sayangnya emang nggak semua orang punya.

Menurut teorinya Monic (seorang anak Teknik Kimia, ITB) waktu itu, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa teknik, yang susah adalah menjadi H0 (H Nol = Tebakan Awal). Atau dalam konteks dengan pembahasan gue kali ini adalah kesempatan awal. Begitu ada H0, nantinya akan ada H1, H2, H3, dsb. H disini bukan berarti pacar pertama, dimana kemudian H1, H2, H3 adalah pacar-pacar selanjutnya. H disini lebih kepada memberikan kesempatan (untuk dekat). Jadi kurang lebih ilustrasinya adalah, berikan kesempatan untuk deket sama seseorang (ini H0), lalu gak berapa lama kemudian lo akan tau kalo dia itu baik (H1), suka pake baju yang disetrika (H2), suka baca komik (H3), dan nggak suka makanan yang bau (H4). Maka nilai orang ini akan naik.

Ada juga kemungkinan bahwa nilainya turun. Setelah diberi kesempatan (H0), ternyata koleksinya adalah daun kentut-kentutan (H-1, baca H minus 1), menurutnya main kitik-kitikan pakai pisau itu lucu (H-2), dan hobinya adalah pesan batu nisan (H-3). Unless lo suka sama hal-hal berbau klenik, orang seperti ini akan cenderung dihindari.

Memang jalannya tidak selalu mulus sampai kemudian tiba dititik Hn, yaitu saat dimana tidak perlu lagi mencari-cari H1,...Hn-1. Atau dalam bahasa sosial biasa disebut pernikahan atau living together mungkin sudah cukup juga.

Kadang dimana semua sudah berjalan lancar sampai H10 misalnya, tiba-tiba terjadi perlambatan (-a) karena sesuatu hal. Misalnya si H10 ini berkulit oranye, dan dulu lo asumsikan bahwa kulit oranye tidak akan mengganggu. Lama-lama lo tidak tahan dengan kulitnya yang artinya asumsi yang dipilih salah. Maka terjadilah –a sehingga nilai H10 = H2, atau bahkan H-3. Hal ini bisa mengakibatkan timbulnya kecenderungan untuk mencari tebakan awal yang baru.

Hey, siapa bilang gue udah lupa sama dunia matematik gue??

the magic of digital player


One of the greatest inventions of mankind is music. I don’t think that I’m entitled of being a music lover since I have less interest in most kind of music: instrumental (music is something that I should be able to take part, since I don’t really have good relationship with music instruments, the singing is the only subject of participations. Thus, music with no voice of human being? That’s just not me), hard core (I have no master in swearing language and have quite sensitive ears of listening to high - pitch - loud - noises - don’t - know - what - the - meaning music), and several others.

Checking my collection of music, I find it rather odd. I rarely buy cassettes and not to mention CDs, well, original CDs. Lemme ponders.. hmm.. one Missy Elliot as gift from Nita, one Eminem to cover my lust of being rapper while ago, one Chrisye, one Fire House, one AB Three that belong to.. I don’t know who. This is because I just CAN NOT find any song that really suits my mood of not changing the cassettes due to my easily got bored attitude. So, to discharge my soul, I seek more into compilation. However, this leads me into nowhere too. None of NOW 3, Ready to Romance, Evergreen Song, Best Song of the Year, MTV Selection Song had satisfy me. This make me –Dear Lord, please have mercy on me- one of the greatest hijacker.

I have around 20-30 cassettes and countless CD that uniquely perfected to fit my music style. I put billion efforts and troubles in finding all the music sources (where mp3 and CD were still not favorable) from all of my friends including stay late to record uncut songs from radio. Each of the cassettes were numbered and wrapped in different styles. Some were using gift papers, news paper and also commercial papers with nice pictures. The songs was listed (hand written, I’m no capable of computers back then) both based on the title or the singer, and the song list must be written in the cover. Insomnia would suddenly attack me if I have an unfinished cassette. I would go every detail in making this perfect.

As the advanced war of technology including the music industry, I let myself go to the battle. Trying hard to understand and get involved in this music industry, including working at MTV :) However, I found my greatest achievement was when I met my digital player.

Any digital - small - music - player - with - perfect - sound - adequate - memory - and - useful - features would feel as heaven for people like me. I could download 4 GB songs and arrange it whatever I wish to do it. Just put the right title and singer name and I could sort it in blink. Put several songs to this folder and that acoustic songs to that folder and some to my favorite folders (which I named: Enak Euuyyy, Gonjreng Abis, Do you remember?, Mellow Mampus, Chill Out) then voila! I’d be able to listen to the compilation.

Despite all of its advanced features, I hail my digital player the most on its loyalty in accompanying me. Being small, the thing is very handy. The fidelity is proven during my awkward moment: when I am alone, when I want to be alone, when I pretend to be alone, when I hate being alone, and when I must be alone.


The songs would really sway me into anywhere I want to be.

Wednesday, December 13, 2006

how to stay young



1. Throw out nonessential numbers. This includes age, weight and height. Let the doctors worry about them. That is why you pay "them"


2. Keep only cheerful friends. The grouches pull you down


3. Keep learning. Learn more about the computer, crafts, gardening, whatever. Never let the brain idle. "An idle mind is the devil's workshop." And the devil's name is Alzheimer's.


4. Enjoy the simple things.


5. Laugh often, long and loud. Laugh until you gasp for breath.


6. The tears happen. Endure, grieve, and move on. The only person, who is with us our entire life, is ourselves. Be ALIVE while you are alive.


7. Surround yourself with what you love, whether it's family, pets, keepsakes, music, plants, hobbies, whatever. Your home is your refuge.


8. Cherish your health: If it is good, preserve it. If it is unstable, improve it. If it is beyond what you can improve, get help.


9. Don't take guilt trips. Take a trip to the mall, even to the next county; to a foreign country but NOT to where the guilt is.


10. Tell the people you love that you love them, at every opportunity.

Tuesday, December 12, 2006

two is never too much

Dulu saya sering dinasehati, jangan berPOLITIK dan berPOLIGAMI. Sebenarnya saya suka bingung kenapa banyak orang mencemooh orang yang berPOLIGAMI. Menurut keyakinan saya, poligami itu diperbolehkan, asal memenuhi syarat’, begitu kutipan bela diri Aa Gym soal pernikahannya yang kedua setelah perkawinan pertamanya lulus mulus selama 20 tahun.

‘Yah, ternyata dia juga’, itu yang langsung ada di pikiran gue.

Masalah poligami memang kontekstual banget. Dan untuk kasus Aa Gym, sebagai seorang pimpinan agama, da’i, kyai, imam, leader, panutan, dan segala gemerlap gelar besar yang disandangnya, gue terpaksa bilang, gue nggak setuju.

Sang istri sempat diwawancarai. Teh Ninih berkata, ‘Ya awalnya berat, tapi lama-lama saya bisa menerima. Saya malah ikutan memilih calon istri yang baik untuk Aa’. Tegar banget ya? Lalu dilanjutin lagi, ‘Malah setelah Aa bilang mau menikah lagi, kita jadi tambah lengket karena saya jadi takut Aa tidak bisa cinta sama saya lagi’.

Ja ampyuuun. Kontradiksi nggak sih? Teh Ninih sampai bilang didepan media bahwa beliau takut Aa tidak bisa cinta sama dia lagi. Takut dan bisa menerima, itu tidak sejalan seiring ya sodara-sodara. Menurut gue, jika masih takut, berarti bisa menerima tapi dengan terpaksa dan penuh pertimbangan. Jadi pertanyaan juga nih, apa ya pertimbangannya? Agama? Takut diceraikan? Sayang anak? Jadi malah keingetan komentar Titi DJ yang rasanya terdengar lebih manusiawi, sedikit egois, namun jujur, ‘Justru saya memutuskan untuk bercerai demi anak-anak, agar mereka tidak merasakan ketegangan-ketegangan yang ada antara saya sama Andi.’

Gue juga bingung, kenapa ya gue sewot? Apakah karena role model gue untuk keluarga-keluarga harmonis gemah ripah loh jinawi sudah semakin berkurang? Yah, like it or not, itu satu alasan. Gue selalu suka sama keluarga yang tampaknya bisa saling mendukung. Anak saling akrab. Profesi saling mendukung. Mungkin karena gue memimpikan itu yah.

Alasan lain, gue langsung puyeng mikirin deterrent effect nya, yang akan diakibatkan oleh keglamoran nama AA Gym. Berapa orang sih yang akan terinspirasi oleh poligami sang Aa Gym ini? Berapa laki-laki sih yang kemudian akan menjustify hal ini? Berapa perempuan sih yang langsung memaksakan sok tegar agar serupa dengan Teh Ninih? Berapa suami sih yang akan menyindir istri yang tidak mau dipoligami dengan kasus ini? Berapa istri sih yang cemas akan ditinggal poligami?

Emang berat ya jadi Imam, sekaligus public figure. But if you do already choose one, you have to bear all the consequences. Including burying some of your interest. Tapi ternyata dia nggak bisa. Hiks.

Diatas tulisan gue waktu lagi di Aceh. Trus tadi gue liat ada berita di internet yang bilang sudah ada Koalisi Perempuan Kecewa Aa Gym (KPKAG). Haduhhhhh.. Jadi too much juga nih cewe cewe. Heran.

kemarin


Kemarin kau tidak berkata perlu
Kemarin kau tidak mengangguk
Kemarin kau sempat menangis
Kemarin kau bilang takut
Kemarin katamu sudah cukup

Aku percaya
Aku jalankan
Aku buktikan
Dengan caraku

Ternyata itu tidak cukup
Ternyata hasratmu belum pergi

Lalu kau mendadak perlu
Lalu kau mengangguk
Tanpa aba aba
Tidak ada rambu-rambu

Ingin ku tak mendengar tapi aku disitu
Ingin ku samakan kau dengan dia, dia, dan beliau
Ingin ku teriak tapi siapa aku
Ingin ku tak peduli
Tapi aku nggak bisa
Kenapa bohong?
Kenapa nggak jujur?
Padamu
Bukan padaku

Ingin ku terdiam
Terus terdiam
Diam saja
Sambil menyeka air mata

Hanya tinggal beberapa pagi lagi
Sebaiknya kunikmati hari-hari
Selagi bisa
Sebelum senja
Sebelum hilang

Hati-hati
Aku akan disini

Monday, December 11, 2006

MAAF, ILEGAL JALAN

Salah satu trip gue adalah dari Banda Aceh ke Meulaboh. Berhubung jalan biasa yang hanya memakan waktu 3,5 jam sudah ludes dimakan Tsunami, jadilah kita harus lewat jalan yang agak memutar. Ada 2 alternatif, yang pertama lewat Calang –lebih cepat 2-3 jam, pemandangan bagus, tapi jalan jelek dan nggak bisa dilewatin kalau hujan-. Yang kedua adalah lewat Geumpang –jalan sudah lebih bagus, pemandangan biasa, dan lebih lama. Both lewat kedua jalan ini, lebih baik dilakukan siang hari dan memakan waktu minimal 7-8 jam, belum dengan istirahat.

Dengan semangat traveling dan memang ingin mampir ke Calang, berangkatlah kita lewat Calang. Asik banget emang pemandangannya. Pantai dikanan Gunung dikiri. Walau masih banyak debris tapi pantainya tetap cantik. Kadang berhenti bentar untuk foto-foto. Air lautnya masih ijo banget. Gunungnya sudah banyak yang gundul dan dikikis, tapi masih cantik, lebat dan hijau.
Berjalanlah kita sampai sekitar jam 2 siang, which mean lewat setengah dari perjalanan kita. Mobil sempat menyebrang pakai rakit di Lamno dengan susah payahnya, lalu naik-naik gunung berkelak kelok dan tentunya sebagaimana layaknya perjalanan keluar kota jalannya cuma ada satu itu doang dan nggak ada alternatif. Dan guess what??? Ada dua orang pemuda yang mengatas namakan masyarakat memasang palang di jalan agar orang tidak bisa lewat!! Lengkap dengan tulisan, ‘Maaf Ilegal Jalan’.
Jalan itu ternyata adalah jalan darurat atau mendadak setelah Tsunami yang dibuka oleh USAID dan Tentara (CMIIW). Komitmennya adalah, USAID hanya menyediakan infrastrukturnya dan masalah pembebasan tanah harus diselesaikan oleh pemerintah. Dan ternyata belum selesai semua. Sehingga si dua pemuda ini ingin protes dengan cara menutup jalan. Semua bagian jalan ditutup. Bahkan tidak ada celah sama sekali untuk para pengemudi motor.
Berhentilah kita semua disitu. Beragam mobil baik dari sisi Banda Aceh maupun dari sisi Meulaboh. Ada mobil-mobil sipil, pick up pengangkut barang, beberapa travel L 300, truk-truk angkut barang berat, motor-motor dengan bak ekstra untuk berjualan, mobil-mobil besar milik NGO international. Berebutan lah orang keluar, termasuk ibu-ibu berjilbab yang kebingungan, dan mungkin berharap untuk segera bertemu kerabatnya di ujung yang lain.
Mungkin suasananya seperti Desa Belah Tengah di komik Asterix.
Setelah ngobrol-ngobrol dan bernegosiasi halus. Sang pemuda tidak mau berkompromi. Mereka menuntut kita agar lapor ke Camat agar mereka segera diberi hak pembebasan uang tanah.
Karena diburu-buru oleh waktu juga, kami memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh. Dengan susah payah, mobil Inova sewaan kita berhasil memutar dan berbalik arah kembali. Kebayang nggak sih si truk truk pembawa batu yang segede jembreng itu gimana dia mau memutar? Lalu beberapa travel memutuskan untuk tukar menukar penumpang. Beberapa orang membantu pengemudi motor yang masih berusaha nyelip. Si pemuda cuek aja bahkan ketika ada bapak tua lewat dengan motor seadanya.
Sepanjang perjalanan ke Banda kami berhenti dan ngobrol-ngobrol sejenak dengan penduduk sekitar. Si Tutut malah sempet ketemu sama Tentara dan Polisi juga. Ada Camat juga yang akhirnya tahu. Dan apa komentar mereka semua? ‘Oooo..’, ‘Iya sih sudah sering’, ‘Memang begitu, Bu’, ‘Iya nanti kami periksa’. Jadi kesimpulannya: Sudah biasa booooo.
Gue nggak ngerti tuh berapa orang yang dirugikan. Secara materi kita aja udah rugi uang sewa mobil dan bensin satu hari, belum lagi uang untuk beli crackers sepanjang perjalanan. Secara non materi, berkuranglah waktu kita satu hari untuk bertemu masyarakat di Samatiga, Meulaboh, karena mau nggak mau kita harus balik lagi ke Banda Aceh, untuk kemudian jalan ke Meulaboh melalui Geumpang keesokan harinya.
Jadi pusing juga ya kalo begini. Mau nyalahin masyarakatnya, yaa.. gue nggak tau juga kejadian sebenernya kaya gimana. Pemerintah? Ya.. gue juga belum denger versi mereka gimana. Yang jelas gue bingung aja kok bisa tuh Camat cuek sama semua ini. Tebel muka banget yee. Gagal deh gue liat indahnya Calang.

lo bohong!

clothing dilemma


Akhirnya gue ke Aceh juga. Maap yak telat dan ketinggalan jaman. Hehe.
Sebelum ngobrol-ngobrol tentang hal yang nggak penting, gue mau membahas sesuatu yang sangat penting. Kerepotan pilih baju di Aceh.
Untuk yang sudah kenal gue, mungkin sudah sedikit banyak bisa membayangkan cara gue berbaju. Nggak terlalu suka yang berbuka-buka seperti yukensi (baju tidur nggak diitung, red.) juga. Well, mungkin karena perut gendut berlipat dan tangan gempal serta paha garis-garis juga ya. Hahahaaa. Tapi tetep lah baju gue masih banyak yang ketat dan berlengan pendek. Disisi lain, Aceh? Sudah banyak di koran berseliweran berita tentang polisi-polisi syariah yang siap menciduk orang-orang yang dianggap tidak ber-peri-ke-Islam-an. Berhubung baru pertama, belum tau selah-selahnya dan masih takut dong. Jadilah gue harus ekstra hati-hati dalam rangka packing untuk trip gue kali ini. Mana 12 hari pula.
Pertama-tama langsunglah gue menginap dan mencolong baju-baju temen gue yaitu kaos-kaos longgar. Setelah gue intip tas gue, ternyata isinya kaos gue 1, kemeja gue berwarna gelap 1, dan sisanya kaosnya Bogel, Ijul, dan Mbak Ery. Untung sebelumnya gue baru beli jaket vintage abu-abu tipis yang syukurnya sangat handy untuk dipakai, dan ada selendang coklat super enteng oleh-oleh dari Nisa.
Selanjutnya sebelum pergi gue sempet mampir ke Ambasador ditemenin Ria, karena teringat pesan Bogel, ‘Mending lo bawa deh satu kemeja agak gede untuk dijadiin rangkepan’. Ternyata kebanyakan dari kemeja-kemeja di Ambasador adalah ALL SIZE. Namun karena nggak tahan, akhirnya gue beli juga satu kemeja putih kotak-kotak yang cukup lucu juga kalo dijadiin luaran dan dalemnya gue pake tanktop. Jadilah dia kemeja gue yang kedua.
Dan tibalah gue di Aceh.
Problem nomer 1: Panas banget cuy, jaket gue super tipis aja itu masih berasa panas. Untung ternyata Banda dan Meulaboh nggak terlalu strict dengan peraturan syariah itu, cuma tetep aja kan nggak enak kalo gue pake baju ketat. Jadilah gue pakai kaos longgar terus. Jaketnya jarang banget gue pake.
Problem nomer 2: Tanktop yang gue bawa ternyata tampak cukup lahak (belahan dada rendah, red.) untuk ukuran Aceh. Gue jadi nggak pede sendiri. Beberapa saat awal hanya gue pakai tidur. Lama-lama baru kepikiran untuk gue pake terbalik punggung didepan untuk gue pakai bareng jaket kalo malem-malem doang.
Problem nomer 3: Ternyata kemeja putih gue terlalu menerawang, lagi-lagi untuk standar Aceh. Jadinya tank top dan tali beha cukup jelas seliweran dan sayangnya gue nggak bisa terlalu cuek kalo disini.
Problem nomer 4: Kemeja andalan gue yang berwarna gelap dan berbordir biar kesannya Aceh banget, ternyata pendek!! Hasilnya punggung gue gampang keliatan kalo gue nungging dikit aja. Jadilah gue nempel di dinding atau berdiri saja ketika ada pertemuan. Dan harus ekstra hati-hati kalo mau nungging.
Problem nomer 5: Selain pendek, ternyata kerah sabrina nya cukup lebar sehingga tali beha gue suka nyembul-nyembul keluar dan gue harus rapiin dan rapiin dan rapiin terus. Padahal beha gue lucu deh, Pierre Cardin. Hihihihi.
Problem nomer 6: Hujan dan hujan. Selain jalan becek, banyak jembatan kerendem sehingga kita harus lewat pake rakit dimana selalu ada kemungkinan minimal kaki kerendem sampe sebatas mata kaki lah minimal. Dan nggak boleh pake celana pendek dong. Dan ternyata bahan celana gue tidak gulung-friendly alias jatuh-jatuh melulu. Basah lah tuh bagian bawah celana panjang gue.
Problem nomer 7: Gue sama sekali nggak berpikir panjang tentang baju tidur. Karena gue pikir kalo tidur kan pasti sama cewek-cewek doang jadi bisa cuek. Jadilah gue cuma bawa 2 celana super pendek gue untuk tidur. Ternyata kadang gue masih harus gabung-gabung sama anak-anak laki sebelum mulai tidur. Hiks, santey santey pake celana bahan deh gue..
Repotttt!!
I miss my celana begoooooo dan kaos dengan leher digunting-gunting!!!!

life begin at...

Kalo ngegoogle dengan keywords ‘Life begin at...’, paling angka 40 yang akan keluar banyak. Tapi apakah selalu begitu? Tampaknya nggak selalu ya.

Namanya Bapak Saefuddin, wakil masyarakat daerah Cibuluh, Cianjur, Jawa Barat, umurnya dia sendiri nggak tau, tapi pasti lebih dari 60-70an. Masyarakat Cibuluh sendiri jadi mitra kantor gue untuk suatu proyek Mikro Hidro yang mendukung juga kelestarian hutan didaerah situ. Gue pernah kesana ketika acara commissioning proyek itu. Waktu itu gue udah liat ada seorang bapak berumur yang menurut gue, Hebat banget neh orang, udah hari begini dia masih aja aktif’.
Ternyata gue ketemu lagi di Workshop Padang September 2006 yang lalu.
Ada satu session dimana para peserta diminta menuliskan hal yang paling menarik dan tidak terlupakan selama hidupnya, tebak sang Bapak menulis apa? ‘PERTAMA KALI NAIK PESAWAT’. Ternyata, dia nggak pernah keluar ‘kandang’nya selama ini. Lalu gue coba bayangin, gimana proses sampai dia akhirnya bisa sampai Padang.
Pertama-tama dia harus keluar dulu dari Cibuluh ke kota terdekat. Cara keluarnya adalah either naik ojek dengan rute berkelok-kelok dan berbatu-batu kali dan kanan kiri jurang, atau naik land rover tanpa pintu isi 2 orang dan yang lain harus berdiri dibelakang, dengan spesifikasi roda berbeda-beda dan tangki bensin berupa jerigen yang harus dikangkangin sama orang yang duduk didepan. Rute ini memakan waktu sekitar 2 jam. Setelah itu, bisa disambung dengan mobil biasa, tapi jalanan masih jelek dan berbatu, dan tentu berkelak kelok. Sehabis itu baru bisa diteruskan ke Jakarta, dan kemudian ke bandara. Untuk seseorang yang berumur lanjut dan nggak biasa naek mobil, rute ini cukup nyebelin.
Tapi Bapak ini dengan penuh semangat mengikuti acara workshop. Aduh gue salut deh sama dia. Salah satu respect yang dia paling tunjukkan adalah dia satu-satunya orang yang masih berpakaian batik dan kopeah dan menjinjing tas workshop sampai akhir acara. Sepanjang acara terus bertanya. Waktu session ice breaking pun beliau bersemangat sekali. Dan pas kunjungan lapangan, jadi nyengir sendiri juga melihat beliau, seorang bapak-bapak kurus tua asli Sunda banget asik tanya jawab soal pertanian organik sama seorang mas-mas muda langsing yang agak genit dan Padang banget. Hehehe. Berapa barrier hayo yang ada? Tapi diskusinya lancar tuh.
Lalu, gue baca koran beberapa saat lalu. Ternyata kelompok Raksabumi, kelompok penjaga hutan di desa Cibuluh itu, berhasil memenangkan Kehati Awards. Dan tebak siapa yang gue liat di headline Jakarta Post hari itu? Pak Saefuddin! Hehehe. Dan salah satu hadiahnya adalah berkunjung ke suatu negara di Asia! Hahaha. Gue ikut senang!
Siapa bilang life begin at 40 doang?
Eventually, you’re going to ripe what you sow.
Selamat ya, Pak!