Thursday, August 24, 2006

Extra Work Extra Weight


Sebelum long weekend paling panjang sepanjang jaman kemarin itu, gue menyempatkan diri untuk timbang badan dirumah temen gue.

Tuiiinngggg…

Gile yaaa?? Berat gue udah segitunya?? Tuhan tolong.

Pantesan kemaren waktu gue mau rapat NSC –dimana gue harus berapi jali dan pake kemeja-kemeja preppy dimana lately gue jarang banget beli kemeja- gue bingung banget mo pake baju apa karena semuanya udah gak muat. Yes, ladies and gentlemen, baju-baju manis berkembang kecil-kecil yang dibuatkan oleh Ibunda gue tercinta itu kagak ada yang muat lagi di badan gue. Akhirnya gue kudu nrimo pake kemeja item yang sebenernya ngepas banget dan perut gue tercetak dengan sempurna namun dark colour would be a perfect disguise for big tummy.

Lalu gue mulai mengingat-ngingat lagi, kapan ya gue mulai menggelembung begini? Pastinya pertama adalah pas gue jadi MC dan ditaro di Shangrila for 4 or 5 days. The food was GREAT! Name it! Makan pagi, siang apalagi malem, dan snack yang soo yummy dan pasti membuat orang ndeso kaya gue ini tergelepek-gelepek dengan segala macam cheese cake atau daging kambing yang dibolak-balik itu. Walau to be frank, ketika gue balik ke Bandung lewat Gambir (belum musim travel waktu itu, Cipularang belum exist) yang gue cari adalah ketoprak. And it taste waaayy better than those gorgeous western food.

Then, my days of work started to roll. Ternyata memang kasus badan menggelembung sejak bekerja terjadi pada sekitar 72% new comers, terutama di kota besar seperti Jakarta.

Mari kita telaah bersama dari beberapa sudut:

[1] Cash in Hand
Para pekerja baru ini memperoleh sesuatu yang baru juga, yaitu uang gaji baru, yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Mungkin beberapa orang pernah kerja semasa kuliah, tapi pasti jumlahnya kebanyakan tidak sesignifikan gaji yang mereka dapat di pekerjaan mereka sekarang. Ya please donk, kalo masih gedean gaji waktu kuliah, kenapa gak diterusin aja kerjaannya?

Uang baru ini membuat mereka menjadi lebih bebas memilih makanan apa yang disukai dan digemari. Beberapa makanan mungkin menjadi ancer-ancer mereka semenjak masih kuliah. Seperti misalnya segerombolan anak dari Bandung pas jaman Starbucks cuma ada di Jakarta, tiap ke Jakarta makan cari yang murah supaya bisa nongkrong di Starbucks. Ada yang emang karena doyan ngopi, ada yang emang karna doyan nongkrong karena kesannya anak gaul ibukota banget gtu loh.

Sekarang, para new comer ini sudah bisa beli apa saja dengan gaji mereka. Including ngopi the tallest frappe drinks di Starbucks plus beli-beli cakesnya, atau kalo emang doyan bisa bawa pulang beberapa cookies. Termasuk juga mulai belanja di sogo, beli juice2 dan crackers2 aneh di Total, nyicipin semua kuenya breadtalk, berani masuk ke resto-resto mentereng walau abis liat menu langsung nanya ‘kita mo share makan apa neh yang murahan?’, nyoba-nyoba sabun dengan wangi-wangi baru di Body Shop atau Marcks and Spencer, beli sekali dua kali kaos fancy, looh, jadi ngelantur dari makanan..


[2] Rapat-rapat Keparat
Remember the day? Shangrila? Makanan enak? Hmm. Buat orang yang kerjaannya deals with invitations: meetings, workshops, seminars, dan lain lain, maka kesempatan buat makan enak juga jadi terbuka lebar. Dan parahnya lagi, it’s all free dan seringnya delicious.

Tidak hanya di restoran fancy. Jika kebetulan lo sedang kunjungan lapangan kesuatu desa yang cukup remote dan memiliki tradisi bermacam-macam antara lain jika makanan yang terhidang tidak habis maka itu artinya penghinaan, well dear, you are stuck.

Gue pernah kunjungan ke Desa Cibuluh, Cianjur. Jaraknya setelah naek mobil jalan biasa sekitar 5 jam, naik mobil jalan ajrut-ajrutan 3 jam, dan akhirnya naek ojek atau naek land rover dengan kondisi gak ada pintu dan ngangkangin bensin selama 2 jam. Disana, ketika baru datang ditawarin makan. Abis ngobrol ditawarin makan. Pindah kerumah sebelah ditawarin makan. Nengokin PLTMH di 1 jam jalan dengan keimiringan 160 derajat dan koefisien gesekan tak terhingga dan disana disediain makan. Balik ke balai desa makan lagi. Ngobrol sama ibu-ibu dibelakang ditawarin makanan ekstra. No wonders.


[3] Begadang jangan begadang
Beberapa tips diet menyatakan ‘no meals after 7’ or worse enough ‘no carbs after 5’. Research show that your body need 8 hours to digest any swallowed food. It means any food would stuck on your body and didn’t digested properly if you just finally stop eating for one or two hours before you sleep.

Sementara itu, anda tau yang namanya demand pekerjaan? Kerja biasa aja ada yang namanya lembur. Bekerja sampe malam. Dan pada saat itu, biasanya office boys pada hyperactive nawarin makanan dengan berharap mereka bakal ditawarin makan juga. Akhirnya lah kita pesen makan. Mana kalo udah lewat jam 9 biasanya udah mulai laper lagi tuh.

Apalagi jika memang pekerjaan menuntut untuk bekerja sampe pagi. Misalnya ngedit film. Di editting suite yang berlokasi strategis as in dekat Tebet sang pusat makanan sejati, circle k yang buka 24 jam, dan juga berpuluh2 kios martabak, indomie, dan nasi goreng. Not to mention boleh pesen makanan apa aja gratis.


Yak demikianlah sekelumit teori tentang perbesaran tubuh setelah bekerja. Sekarang gue lagi usaha banget untuk menguruskan badan, mulai dari nyoba carb-blocker dari Amway, pil detox yang kaya pupupnya kambing, sampai cara paling alami, no hard meals after seven. Thus today, I ordered sapo tahu with no rice on 6 PM.

Then I got a call. ‘Duy, ke Cartel donk, gue traktir!’. Dan kesanalah gue, jam 9 malam, pesen apple pie enak dengan eskrim dan whipped cream, minum lemon tea –udah gue kurangi gulanya sumpaaahhh…- lalu ngobrol punya ngobrol (sambil ngemilin complimentary roti ama butter) jam 11 malem mulai laper lagi dan pesen Potato Wedges, dengan ditoel ke mustard dan mayonaise.

There goes again my want-to-have-a-formal-eating-habit.

Tuesday, August 01, 2006

pajah...

mudah ngantuk
mules liat orang carmuk
rambut berketombe
gara-gara orang ngomong bertele-tele
mens tidak lancar
jadi pengen ngegampar
mendadak cinta coklat
supaya otak gak penat
perut membuncit
liat balesan email cuma secuprit
tiba-tiba mulut kering
baru denger kata-kata dari telepon yang berdering
sumpeh gue jadi pusing

ahhhhh,
gak boleh lari lagi
hari masih pagi
mimpi masih dicari

(nyoba lagi...)

why the world needs Superman?

Being stucked in the airport for almost five hours, I was suddenly remembered my intention in continuing Lois Lane’s article. Why the world needs Superman?

I have tried to use the sentences as my YM status for couples of days, and some of my friends were indeed responding the status. It was started with some nonchalant respond such as: ‘Because we need a hero who dares to let his underpants seen’, until some full-of-attention respond: ‘What’s the matter with you, Duy?’

I don’t know why, but that particular legendary movie had touched my heart acutely. Tell you, I sobbed very hard and departure from the theatre with an extreme red eye.

Firstly, I said that it was hard to be Superman. He has to keep his secret for the sake of other people’s feeling. He has to abandon his own need for the sake of making everybody happy. He has to numb his feeling for the sake of making his loved one feel joyous. I think that would be the darn unfairness made by DC in creating this superhero. DC honey, if you want to have a man with steel body, then you have to put extra steel in his heart as well.

Secondly, it would be difficult also for people live in his surrounding. In this case I would rather discuss the Mom. The very important lady that raised him was only seen in some seconds on the crowd in front of the hospital scene. She, the one that help Superman in every single details of his childhood, has to stand in front of the hospital along with everyone else, without any ability to pronounce loudly that she’s the mother. She has to keep silence and redeem all her worries and concerns of his son’s health. She has to let her role of being special not known by public just to keep his son’s identity unknown. Why is that so? I hate any forbidden love that not allowed you to tell everyone that you’re special.

So, my two reasons actually stated that the existence of Superman is actually unfair. He would be fucking useful for everybody else, alas except Superman himself and his inner circle. They have to keep silence for the welfare of everybody else that they barely known, and abandon their own feeling.

However, he’s indeed exists. And needless to say that anything related with everybody versus several people would be won by everybody, whatever the cases are. It’s unfair, but it’s reality. So, if you are that everybody, just remember that even heroes have the rights to bleed.