Friday, December 22, 2006

dan pemenangnya adalah...

Betapa mencengangkannya ketika gue kemaren mendengar pemenang FFI. Over film-film keren macam Denias, Mendadak Dangdut, dan Ruang, lalu satu film lagi yaitu Heart (yang ini gak masuk keren), masak yang menang adalah Ekskul?

Ekskul bercerita tentang seorang anak yang depresi, lalu sebagai dendam, dia kemudian menyandera teman-temannya. Coba kita liat lagi kalimat barusan? Ada tiga kata berkonotasi negative yaitu: depresi, dendam, dan sandera. Coba kita lihat posternya dan trailernya? Gelap. Warna merah. Ada pistol. Yayaya.. berhak untuk dijadikan pemenang sodara-sodara, karena sesuai dengan tema bangsa Indonesia: kekerasan itu asyik.

Apa sih tujuannya begini? Gue baca bahwa salah satu pembelaannya adalah pembelajaran untuk para orang tua agar tidak menyakiti anak agar anak terhindar dari depresi. Selama ini film-film banyak yang bertujuan kepada anak muda, bukan kepada orang tua. Just got one big question underlying the sentence: Berapa banyak sih orang tua yang nonton?

Ada juga yang berkelit bahwa film ini lebih bercerita tentang hal sehari-hari. Helloooo?? Ayo coba baca Koran dan buka mata buka telinga sedikit. Apakah seorang anak SMA yang bisa punya senjata dan punya nyali buat menyandera teman-temannya sering terjadi di Indonesia? Banyakan mana sih: anak yang susah sekolah macam Denias, sama anak yang suka menodongkan pistol pada teman-temannya? Ataukah mulai mau dijadikan kebiasaan sehari-hari? Mereka mungkin udah lupa, kasus dimana ada anak SD membunuh temannya sendiri karena nonton acara Smack Down.

Sekarang, bahkan acara sekaliber FFI yang kemarin didatangi oleh 3 menteri dan 1 gubernur sekalipun ternyata meng-endorse acara berbau kekerasan. Tepuk tangan yuuukk..


kesempatan


Overjoyed dari Stevie Wonder.. Buat gue lagu ini jujur banget dan ngegambarin betapa seseorang yang sudah malang melintang dalam urusan cinta akhirnya menemukan yang dicarinya, tapi ternyata ditolak juga bow. Tapi instead of mellowing gak jelas, om Stevie cuma bilang:

And though the odds say improbable
What do they know
For in romance
All true love needs is a chance
And maybe with a chance you will find
You too like I
Overjoyed, over loved, over you, over you

Chance. Kesempatan. Sayangnya emang nggak semua orang punya.

Menurut teorinya Monic (seorang anak Teknik Kimia, ITB) waktu itu, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa teknik, yang susah adalah menjadi H0 (H Nol = Tebakan Awal). Atau dalam konteks dengan pembahasan gue kali ini adalah kesempatan awal. Begitu ada H0, nantinya akan ada H1, H2, H3, dsb. H disini bukan berarti pacar pertama, dimana kemudian H1, H2, H3 adalah pacar-pacar selanjutnya. H disini lebih kepada memberikan kesempatan (untuk dekat). Jadi kurang lebih ilustrasinya adalah, berikan kesempatan untuk deket sama seseorang (ini H0), lalu gak berapa lama kemudian lo akan tau kalo dia itu baik (H1), suka pake baju yang disetrika (H2), suka baca komik (H3), dan nggak suka makanan yang bau (H4). Maka nilai orang ini akan naik.

Ada juga kemungkinan bahwa nilainya turun. Setelah diberi kesempatan (H0), ternyata koleksinya adalah daun kentut-kentutan (H-1, baca H minus 1), menurutnya main kitik-kitikan pakai pisau itu lucu (H-2), dan hobinya adalah pesan batu nisan (H-3). Unless lo suka sama hal-hal berbau klenik, orang seperti ini akan cenderung dihindari.

Memang jalannya tidak selalu mulus sampai kemudian tiba dititik Hn, yaitu saat dimana tidak perlu lagi mencari-cari H1,...Hn-1. Atau dalam bahasa sosial biasa disebut pernikahan atau living together mungkin sudah cukup juga.

Kadang dimana semua sudah berjalan lancar sampai H10 misalnya, tiba-tiba terjadi perlambatan (-a) karena sesuatu hal. Misalnya si H10 ini berkulit oranye, dan dulu lo asumsikan bahwa kulit oranye tidak akan mengganggu. Lama-lama lo tidak tahan dengan kulitnya yang artinya asumsi yang dipilih salah. Maka terjadilah –a sehingga nilai H10 = H2, atau bahkan H-3. Hal ini bisa mengakibatkan timbulnya kecenderungan untuk mencari tebakan awal yang baru.

Hey, siapa bilang gue udah lupa sama dunia matematik gue??

the magic of digital player


One of the greatest inventions of mankind is music. I don’t think that I’m entitled of being a music lover since I have less interest in most kind of music: instrumental (music is something that I should be able to take part, since I don’t really have good relationship with music instruments, the singing is the only subject of participations. Thus, music with no voice of human being? That’s just not me), hard core (I have no master in swearing language and have quite sensitive ears of listening to high - pitch - loud - noises - don’t - know - what - the - meaning music), and several others.

Checking my collection of music, I find it rather odd. I rarely buy cassettes and not to mention CDs, well, original CDs. Lemme ponders.. hmm.. one Missy Elliot as gift from Nita, one Eminem to cover my lust of being rapper while ago, one Chrisye, one Fire House, one AB Three that belong to.. I don’t know who. This is because I just CAN NOT find any song that really suits my mood of not changing the cassettes due to my easily got bored attitude. So, to discharge my soul, I seek more into compilation. However, this leads me into nowhere too. None of NOW 3, Ready to Romance, Evergreen Song, Best Song of the Year, MTV Selection Song had satisfy me. This make me –Dear Lord, please have mercy on me- one of the greatest hijacker.

I have around 20-30 cassettes and countless CD that uniquely perfected to fit my music style. I put billion efforts and troubles in finding all the music sources (where mp3 and CD were still not favorable) from all of my friends including stay late to record uncut songs from radio. Each of the cassettes were numbered and wrapped in different styles. Some were using gift papers, news paper and also commercial papers with nice pictures. The songs was listed (hand written, I’m no capable of computers back then) both based on the title or the singer, and the song list must be written in the cover. Insomnia would suddenly attack me if I have an unfinished cassette. I would go every detail in making this perfect.

As the advanced war of technology including the music industry, I let myself go to the battle. Trying hard to understand and get involved in this music industry, including working at MTV :) However, I found my greatest achievement was when I met my digital player.

Any digital - small - music - player - with - perfect - sound - adequate - memory - and - useful - features would feel as heaven for people like me. I could download 4 GB songs and arrange it whatever I wish to do it. Just put the right title and singer name and I could sort it in blink. Put several songs to this folder and that acoustic songs to that folder and some to my favorite folders (which I named: Enak Euuyyy, Gonjreng Abis, Do you remember?, Mellow Mampus, Chill Out) then voila! I’d be able to listen to the compilation.

Despite all of its advanced features, I hail my digital player the most on its loyalty in accompanying me. Being small, the thing is very handy. The fidelity is proven during my awkward moment: when I am alone, when I want to be alone, when I pretend to be alone, when I hate being alone, and when I must be alone.


The songs would really sway me into anywhere I want to be.

Wednesday, December 13, 2006

how to stay young



1. Throw out nonessential numbers. This includes age, weight and height. Let the doctors worry about them. That is why you pay "them"


2. Keep only cheerful friends. The grouches pull you down


3. Keep learning. Learn more about the computer, crafts, gardening, whatever. Never let the brain idle. "An idle mind is the devil's workshop." And the devil's name is Alzheimer's.


4. Enjoy the simple things.


5. Laugh often, long and loud. Laugh until you gasp for breath.


6. The tears happen. Endure, grieve, and move on. The only person, who is with us our entire life, is ourselves. Be ALIVE while you are alive.


7. Surround yourself with what you love, whether it's family, pets, keepsakes, music, plants, hobbies, whatever. Your home is your refuge.


8. Cherish your health: If it is good, preserve it. If it is unstable, improve it. If it is beyond what you can improve, get help.


9. Don't take guilt trips. Take a trip to the mall, even to the next county; to a foreign country but NOT to where the guilt is.


10. Tell the people you love that you love them, at every opportunity.

Tuesday, December 12, 2006

two is never too much

Dulu saya sering dinasehati, jangan berPOLITIK dan berPOLIGAMI. Sebenarnya saya suka bingung kenapa banyak orang mencemooh orang yang berPOLIGAMI. Menurut keyakinan saya, poligami itu diperbolehkan, asal memenuhi syarat’, begitu kutipan bela diri Aa Gym soal pernikahannya yang kedua setelah perkawinan pertamanya lulus mulus selama 20 tahun.

‘Yah, ternyata dia juga’, itu yang langsung ada di pikiran gue.

Masalah poligami memang kontekstual banget. Dan untuk kasus Aa Gym, sebagai seorang pimpinan agama, da’i, kyai, imam, leader, panutan, dan segala gemerlap gelar besar yang disandangnya, gue terpaksa bilang, gue nggak setuju.

Sang istri sempat diwawancarai. Teh Ninih berkata, ‘Ya awalnya berat, tapi lama-lama saya bisa menerima. Saya malah ikutan memilih calon istri yang baik untuk Aa’. Tegar banget ya? Lalu dilanjutin lagi, ‘Malah setelah Aa bilang mau menikah lagi, kita jadi tambah lengket karena saya jadi takut Aa tidak bisa cinta sama saya lagi’.

Ja ampyuuun. Kontradiksi nggak sih? Teh Ninih sampai bilang didepan media bahwa beliau takut Aa tidak bisa cinta sama dia lagi. Takut dan bisa menerima, itu tidak sejalan seiring ya sodara-sodara. Menurut gue, jika masih takut, berarti bisa menerima tapi dengan terpaksa dan penuh pertimbangan. Jadi pertanyaan juga nih, apa ya pertimbangannya? Agama? Takut diceraikan? Sayang anak? Jadi malah keingetan komentar Titi DJ yang rasanya terdengar lebih manusiawi, sedikit egois, namun jujur, ‘Justru saya memutuskan untuk bercerai demi anak-anak, agar mereka tidak merasakan ketegangan-ketegangan yang ada antara saya sama Andi.’

Gue juga bingung, kenapa ya gue sewot? Apakah karena role model gue untuk keluarga-keluarga harmonis gemah ripah loh jinawi sudah semakin berkurang? Yah, like it or not, itu satu alasan. Gue selalu suka sama keluarga yang tampaknya bisa saling mendukung. Anak saling akrab. Profesi saling mendukung. Mungkin karena gue memimpikan itu yah.

Alasan lain, gue langsung puyeng mikirin deterrent effect nya, yang akan diakibatkan oleh keglamoran nama AA Gym. Berapa orang sih yang akan terinspirasi oleh poligami sang Aa Gym ini? Berapa laki-laki sih yang kemudian akan menjustify hal ini? Berapa perempuan sih yang langsung memaksakan sok tegar agar serupa dengan Teh Ninih? Berapa suami sih yang akan menyindir istri yang tidak mau dipoligami dengan kasus ini? Berapa istri sih yang cemas akan ditinggal poligami?

Emang berat ya jadi Imam, sekaligus public figure. But if you do already choose one, you have to bear all the consequences. Including burying some of your interest. Tapi ternyata dia nggak bisa. Hiks.

Diatas tulisan gue waktu lagi di Aceh. Trus tadi gue liat ada berita di internet yang bilang sudah ada Koalisi Perempuan Kecewa Aa Gym (KPKAG). Haduhhhhh.. Jadi too much juga nih cewe cewe. Heran.

kemarin


Kemarin kau tidak berkata perlu
Kemarin kau tidak mengangguk
Kemarin kau sempat menangis
Kemarin kau bilang takut
Kemarin katamu sudah cukup

Aku percaya
Aku jalankan
Aku buktikan
Dengan caraku

Ternyata itu tidak cukup
Ternyata hasratmu belum pergi

Lalu kau mendadak perlu
Lalu kau mengangguk
Tanpa aba aba
Tidak ada rambu-rambu

Ingin ku tak mendengar tapi aku disitu
Ingin ku samakan kau dengan dia, dia, dan beliau
Ingin ku teriak tapi siapa aku
Ingin ku tak peduli
Tapi aku nggak bisa
Kenapa bohong?
Kenapa nggak jujur?
Padamu
Bukan padaku

Ingin ku terdiam
Terus terdiam
Diam saja
Sambil menyeka air mata

Hanya tinggal beberapa pagi lagi
Sebaiknya kunikmati hari-hari
Selagi bisa
Sebelum senja
Sebelum hilang

Hati-hati
Aku akan disini

Monday, December 11, 2006

MAAF, ILEGAL JALAN

Salah satu trip gue adalah dari Banda Aceh ke Meulaboh. Berhubung jalan biasa yang hanya memakan waktu 3,5 jam sudah ludes dimakan Tsunami, jadilah kita harus lewat jalan yang agak memutar. Ada 2 alternatif, yang pertama lewat Calang –lebih cepat 2-3 jam, pemandangan bagus, tapi jalan jelek dan nggak bisa dilewatin kalau hujan-. Yang kedua adalah lewat Geumpang –jalan sudah lebih bagus, pemandangan biasa, dan lebih lama. Both lewat kedua jalan ini, lebih baik dilakukan siang hari dan memakan waktu minimal 7-8 jam, belum dengan istirahat.

Dengan semangat traveling dan memang ingin mampir ke Calang, berangkatlah kita lewat Calang. Asik banget emang pemandangannya. Pantai dikanan Gunung dikiri. Walau masih banyak debris tapi pantainya tetap cantik. Kadang berhenti bentar untuk foto-foto. Air lautnya masih ijo banget. Gunungnya sudah banyak yang gundul dan dikikis, tapi masih cantik, lebat dan hijau.
Berjalanlah kita sampai sekitar jam 2 siang, which mean lewat setengah dari perjalanan kita. Mobil sempat menyebrang pakai rakit di Lamno dengan susah payahnya, lalu naik-naik gunung berkelak kelok dan tentunya sebagaimana layaknya perjalanan keluar kota jalannya cuma ada satu itu doang dan nggak ada alternatif. Dan guess what??? Ada dua orang pemuda yang mengatas namakan masyarakat memasang palang di jalan agar orang tidak bisa lewat!! Lengkap dengan tulisan, ‘Maaf Ilegal Jalan’.
Jalan itu ternyata adalah jalan darurat atau mendadak setelah Tsunami yang dibuka oleh USAID dan Tentara (CMIIW). Komitmennya adalah, USAID hanya menyediakan infrastrukturnya dan masalah pembebasan tanah harus diselesaikan oleh pemerintah. Dan ternyata belum selesai semua. Sehingga si dua pemuda ini ingin protes dengan cara menutup jalan. Semua bagian jalan ditutup. Bahkan tidak ada celah sama sekali untuk para pengemudi motor.
Berhentilah kita semua disitu. Beragam mobil baik dari sisi Banda Aceh maupun dari sisi Meulaboh. Ada mobil-mobil sipil, pick up pengangkut barang, beberapa travel L 300, truk-truk angkut barang berat, motor-motor dengan bak ekstra untuk berjualan, mobil-mobil besar milik NGO international. Berebutan lah orang keluar, termasuk ibu-ibu berjilbab yang kebingungan, dan mungkin berharap untuk segera bertemu kerabatnya di ujung yang lain.
Mungkin suasananya seperti Desa Belah Tengah di komik Asterix.
Setelah ngobrol-ngobrol dan bernegosiasi halus. Sang pemuda tidak mau berkompromi. Mereka menuntut kita agar lapor ke Camat agar mereka segera diberi hak pembebasan uang tanah.
Karena diburu-buru oleh waktu juga, kami memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh. Dengan susah payah, mobil Inova sewaan kita berhasil memutar dan berbalik arah kembali. Kebayang nggak sih si truk truk pembawa batu yang segede jembreng itu gimana dia mau memutar? Lalu beberapa travel memutuskan untuk tukar menukar penumpang. Beberapa orang membantu pengemudi motor yang masih berusaha nyelip. Si pemuda cuek aja bahkan ketika ada bapak tua lewat dengan motor seadanya.
Sepanjang perjalanan ke Banda kami berhenti dan ngobrol-ngobrol sejenak dengan penduduk sekitar. Si Tutut malah sempet ketemu sama Tentara dan Polisi juga. Ada Camat juga yang akhirnya tahu. Dan apa komentar mereka semua? ‘Oooo..’, ‘Iya sih sudah sering’, ‘Memang begitu, Bu’, ‘Iya nanti kami periksa’. Jadi kesimpulannya: Sudah biasa booooo.
Gue nggak ngerti tuh berapa orang yang dirugikan. Secara materi kita aja udah rugi uang sewa mobil dan bensin satu hari, belum lagi uang untuk beli crackers sepanjang perjalanan. Secara non materi, berkuranglah waktu kita satu hari untuk bertemu masyarakat di Samatiga, Meulaboh, karena mau nggak mau kita harus balik lagi ke Banda Aceh, untuk kemudian jalan ke Meulaboh melalui Geumpang keesokan harinya.
Jadi pusing juga ya kalo begini. Mau nyalahin masyarakatnya, yaa.. gue nggak tau juga kejadian sebenernya kaya gimana. Pemerintah? Ya.. gue juga belum denger versi mereka gimana. Yang jelas gue bingung aja kok bisa tuh Camat cuek sama semua ini. Tebel muka banget yee. Gagal deh gue liat indahnya Calang.

lo bohong!

clothing dilemma


Akhirnya gue ke Aceh juga. Maap yak telat dan ketinggalan jaman. Hehe.
Sebelum ngobrol-ngobrol tentang hal yang nggak penting, gue mau membahas sesuatu yang sangat penting. Kerepotan pilih baju di Aceh.
Untuk yang sudah kenal gue, mungkin sudah sedikit banyak bisa membayangkan cara gue berbaju. Nggak terlalu suka yang berbuka-buka seperti yukensi (baju tidur nggak diitung, red.) juga. Well, mungkin karena perut gendut berlipat dan tangan gempal serta paha garis-garis juga ya. Hahahaaa. Tapi tetep lah baju gue masih banyak yang ketat dan berlengan pendek. Disisi lain, Aceh? Sudah banyak di koran berseliweran berita tentang polisi-polisi syariah yang siap menciduk orang-orang yang dianggap tidak ber-peri-ke-Islam-an. Berhubung baru pertama, belum tau selah-selahnya dan masih takut dong. Jadilah gue harus ekstra hati-hati dalam rangka packing untuk trip gue kali ini. Mana 12 hari pula.
Pertama-tama langsunglah gue menginap dan mencolong baju-baju temen gue yaitu kaos-kaos longgar. Setelah gue intip tas gue, ternyata isinya kaos gue 1, kemeja gue berwarna gelap 1, dan sisanya kaosnya Bogel, Ijul, dan Mbak Ery. Untung sebelumnya gue baru beli jaket vintage abu-abu tipis yang syukurnya sangat handy untuk dipakai, dan ada selendang coklat super enteng oleh-oleh dari Nisa.
Selanjutnya sebelum pergi gue sempet mampir ke Ambasador ditemenin Ria, karena teringat pesan Bogel, ‘Mending lo bawa deh satu kemeja agak gede untuk dijadiin rangkepan’. Ternyata kebanyakan dari kemeja-kemeja di Ambasador adalah ALL SIZE. Namun karena nggak tahan, akhirnya gue beli juga satu kemeja putih kotak-kotak yang cukup lucu juga kalo dijadiin luaran dan dalemnya gue pake tanktop. Jadilah dia kemeja gue yang kedua.
Dan tibalah gue di Aceh.
Problem nomer 1: Panas banget cuy, jaket gue super tipis aja itu masih berasa panas. Untung ternyata Banda dan Meulaboh nggak terlalu strict dengan peraturan syariah itu, cuma tetep aja kan nggak enak kalo gue pake baju ketat. Jadilah gue pakai kaos longgar terus. Jaketnya jarang banget gue pake.
Problem nomer 2: Tanktop yang gue bawa ternyata tampak cukup lahak (belahan dada rendah, red.) untuk ukuran Aceh. Gue jadi nggak pede sendiri. Beberapa saat awal hanya gue pakai tidur. Lama-lama baru kepikiran untuk gue pake terbalik punggung didepan untuk gue pakai bareng jaket kalo malem-malem doang.
Problem nomer 3: Ternyata kemeja putih gue terlalu menerawang, lagi-lagi untuk standar Aceh. Jadinya tank top dan tali beha cukup jelas seliweran dan sayangnya gue nggak bisa terlalu cuek kalo disini.
Problem nomer 4: Kemeja andalan gue yang berwarna gelap dan berbordir biar kesannya Aceh banget, ternyata pendek!! Hasilnya punggung gue gampang keliatan kalo gue nungging dikit aja. Jadilah gue nempel di dinding atau berdiri saja ketika ada pertemuan. Dan harus ekstra hati-hati kalo mau nungging.
Problem nomer 5: Selain pendek, ternyata kerah sabrina nya cukup lebar sehingga tali beha gue suka nyembul-nyembul keluar dan gue harus rapiin dan rapiin dan rapiin terus. Padahal beha gue lucu deh, Pierre Cardin. Hihihihi.
Problem nomer 6: Hujan dan hujan. Selain jalan becek, banyak jembatan kerendem sehingga kita harus lewat pake rakit dimana selalu ada kemungkinan minimal kaki kerendem sampe sebatas mata kaki lah minimal. Dan nggak boleh pake celana pendek dong. Dan ternyata bahan celana gue tidak gulung-friendly alias jatuh-jatuh melulu. Basah lah tuh bagian bawah celana panjang gue.
Problem nomer 7: Gue sama sekali nggak berpikir panjang tentang baju tidur. Karena gue pikir kalo tidur kan pasti sama cewek-cewek doang jadi bisa cuek. Jadilah gue cuma bawa 2 celana super pendek gue untuk tidur. Ternyata kadang gue masih harus gabung-gabung sama anak-anak laki sebelum mulai tidur. Hiks, santey santey pake celana bahan deh gue..
Repotttt!!
I miss my celana begoooooo dan kaos dengan leher digunting-gunting!!!!

life begin at...

Kalo ngegoogle dengan keywords ‘Life begin at...’, paling angka 40 yang akan keluar banyak. Tapi apakah selalu begitu? Tampaknya nggak selalu ya.

Namanya Bapak Saefuddin, wakil masyarakat daerah Cibuluh, Cianjur, Jawa Barat, umurnya dia sendiri nggak tau, tapi pasti lebih dari 60-70an. Masyarakat Cibuluh sendiri jadi mitra kantor gue untuk suatu proyek Mikro Hidro yang mendukung juga kelestarian hutan didaerah situ. Gue pernah kesana ketika acara commissioning proyek itu. Waktu itu gue udah liat ada seorang bapak berumur yang menurut gue, Hebat banget neh orang, udah hari begini dia masih aja aktif’.
Ternyata gue ketemu lagi di Workshop Padang September 2006 yang lalu.
Ada satu session dimana para peserta diminta menuliskan hal yang paling menarik dan tidak terlupakan selama hidupnya, tebak sang Bapak menulis apa? ‘PERTAMA KALI NAIK PESAWAT’. Ternyata, dia nggak pernah keluar ‘kandang’nya selama ini. Lalu gue coba bayangin, gimana proses sampai dia akhirnya bisa sampai Padang.
Pertama-tama dia harus keluar dulu dari Cibuluh ke kota terdekat. Cara keluarnya adalah either naik ojek dengan rute berkelok-kelok dan berbatu-batu kali dan kanan kiri jurang, atau naik land rover tanpa pintu isi 2 orang dan yang lain harus berdiri dibelakang, dengan spesifikasi roda berbeda-beda dan tangki bensin berupa jerigen yang harus dikangkangin sama orang yang duduk didepan. Rute ini memakan waktu sekitar 2 jam. Setelah itu, bisa disambung dengan mobil biasa, tapi jalanan masih jelek dan berbatu, dan tentu berkelak kelok. Sehabis itu baru bisa diteruskan ke Jakarta, dan kemudian ke bandara. Untuk seseorang yang berumur lanjut dan nggak biasa naek mobil, rute ini cukup nyebelin.
Tapi Bapak ini dengan penuh semangat mengikuti acara workshop. Aduh gue salut deh sama dia. Salah satu respect yang dia paling tunjukkan adalah dia satu-satunya orang yang masih berpakaian batik dan kopeah dan menjinjing tas workshop sampai akhir acara. Sepanjang acara terus bertanya. Waktu session ice breaking pun beliau bersemangat sekali. Dan pas kunjungan lapangan, jadi nyengir sendiri juga melihat beliau, seorang bapak-bapak kurus tua asli Sunda banget asik tanya jawab soal pertanian organik sama seorang mas-mas muda langsing yang agak genit dan Padang banget. Hehehe. Berapa barrier hayo yang ada? Tapi diskusinya lancar tuh.
Lalu, gue baca koran beberapa saat lalu. Ternyata kelompok Raksabumi, kelompok penjaga hutan di desa Cibuluh itu, berhasil memenangkan Kehati Awards. Dan tebak siapa yang gue liat di headline Jakarta Post hari itu? Pak Saefuddin! Hehehe. Dan salah satu hadiahnya adalah berkunjung ke suatu negara di Asia! Hahaha. Gue ikut senang!
Siapa bilang life begin at 40 doang?
Eventually, you’re going to ripe what you sow.
Selamat ya, Pak!

Thursday, November 23, 2006

Anggun sang Indonesian Rocker


kan ku ingat s'lalu
sorot mata itu
Dihantu cemburu,
dalam tatapnya
berjuta duga
(KEMBALI, an Indonesian version of A Rose in the Wind)
Pas lagu ini, gue (juga Ijul, Onge, Dani dan Mbak Ira) masih bisa nyanyi dengan sregepnya dan teriak-teriak. Bukan karena kita apal, tapi karena ini adalah lagu Anggun yang pertama di konser di Bandung tanggal 18 Agustus 2006 kemaren. Jadi, panggungnya masih belum dibuka dan ditutup dengan semacam layar warna putih. Pantulan proyektor di layar itulah yang mengeluarkan teks lagu ini dengan full grafis tentunya. Seperti karaoke lah jadinya. Agak-agak standar sih ya. Agak mirip dengan 3 Diva juga.
Terus keluarlah sang Anggun, yang emang terlihat anggun walau pake baju krembyah krembyah berwarna hitam itu. Lalu mulailah masa-masa diem kita karena nggak ada yang apal lagunya Anggun. Konser Anggun kemaren -dengan cukup anehnya- digelar di Hanggar Lanud Husen Sastranegara. Ayo ngacung anak Bandung yang pernah nonton di situ??? Gue sempat meragukan akustiknya pada mulanya. Gue pikir emang sengaja nih, nonton konser Anggun kelas festival kok cuman Rp.100.000,00, yah harus nrimo aja sama kualitasnya.
Ternyata sodara-sodara, akustiknya oke tuh. Setelah gue baca-baca di beberapa berita, emang tuh Hanggar disulap sama sang Director Jay Subiyakto supaya layak buat konser. Panggungnya memang minimalis sekali, cuma seperti huruf T dengan dua blower diujungnya. Tapi sudah cukup banget untuk membuat ternganga nganga. Tapi sayangnya, yang nonton tidak terlalu banyak. Gue serombongan bebas lari kesana kemari ngikutin Anggun menari-nari. Walau menari-narinya gitu-gitu aja. Agak payah emang Anggun urusan gaya menari. Masa harus gue ajarin?
Anggun empat kali ganti baju. Baju yang kedua yang paling aneh. Masih belum selesai kayanya. Kalau ketauan nyokap gue bisa dimarahin tuh. Baju yang ketiga, berwarna merah adalah khusus untuk session lagu-lagu Indonesia. Untuk sesi itu, Anggun nyanyi diiringi oleh Saunine dan Andi Ayunir. Aransemennya oke banget deh gue bilang. Kenapa gak dipublish aja ya? Trus abis itu ada acara bagi2 baret merah yang ditandatangani Anggun. Dan tiba-tiba juga lah Onge menghilang demi mengejar baret. Dasar tulul. Sampe terakhir gue nunggu lagu Tua Tua Keladi masih belum muncul. Ternyata dijadiin lagu pemungkas sama dia! Sama sebuah lagu mellow yang gue nggak tau judulnya.
Juara deh buat Anggun. Mau juga buat konser dengan harga murah. Tapi emang penggemar Anggun (di Indonesia) masih tetep mengingat Anggun as Indonesian Rocker. Jitak-jitakan deh ama gue, para penonton yang notabene banyak yang seumuran atau lebih muda dari gue itu, lebih hype pas nyanyi lagu-lagu Indonesia. Entah karena suka, atau nggak bisa bahasa Inggris. Hehehe. Pas terakhirnya Anggun mau pergi, berasa sedih deh. Kaya nganterin temen s2 atau pindah ke Prancis gtu deh.
Overall, yang gue paling kenceng nyanyiin? Tentunya Tua Tua Keladi, dan:
dalam hitam
kelap malam
kuberdiri melawan sepi
di sini di pantai ini
telah terkubur sejuta kenangan
dihempas keras gelombang
dan tertimbun batu karang
yang tak kan mungkin dapat terulang
wajah putih pusat pasi
tergores luka di hati
matamu membuka kisah
kasih asmara yang telah ternoda
hapuskan semua khayalan
lenyapkan satu harapan
kemana lagi harus mencari
kau sandarkan sejenak beban diri
kau taburkan benih kasih
hanyalah emosi
melambung jauh terbang tinggi
bersama mimpi
terlelap dalam lautan emosi
setelah aku sadar diri
kau tlah jauh pergi
tinggalkan mimpi yang tiada bertepi
kini hanya rasa rindu
merasuk di dada
serasa sumpah melayang pergi
terbawa arus kasih membara

Jakarta itu Panas, Jendral!


Hayoh, siapa yang nggak mau ngacung kalo ditanya, 'Does Jakarta get hotter these days?'

Di kedua kos gue yang dahulu, kadang ada masa-masa dimana gue merasa kipas angin satu aja sudah terlalu dingin buat gue. Dalam kamar kos yang tidak lebih dari kandang kambing pada suatu peternakan terpadu, tanpa AC, dan banyak barang. Di kos gue sekarang pun begitu, beberapa waktu yang lalu tapinya. Namun sekarang, dalam bulan-bulan penuh ber ber an ini, dimana doktrin sewaktu SD sudah sedemikian kuatnya, 'Anak-anak, musim hujan itu jatuh pada bulan yang berakhiran dengan -ber, seperti Oktober.. sampai.. Desember'. Maaf ya Ibu Guru, sudah nggak berlaku. Sekarang masih panas. Panas. Panas sekali dimana-mana. Bahkan pake AC pun masih panas.
Kepanasan ini bisa disambungkan kemana-mana. Karena suasana panas, orang banyak jadi pakai tank top. Trus jadi dikaitin dengan issue gossip tidak jelas, 'eh, lo perhatiin gak dia itu pake tank top hanya kalo si itu mau dateng'. Bisa juga mengakibatkan keringetan nggak jelas sehingga timbul ide-ide yang bisa menghabiskan uang, mulai dari yang sedikit seperti beli tissue basah, atau yang banyak seperti menyewa apartemen berAC 5 pk untuk satu kamar.
Pada suatu weekend, gue lari ke Bandung dengan harapan bisa bertemu dengan sang dingin. Tapi Bandung udah setali tiga dollar pula. Mana di Bandung gue bahkan tidak punya kipas angin pun. Celaka. Akhirnya satu kipas angin dengan diameter tidak lebih dari 20 cm -yang biasa dipakai sepupu gue yang masih SD dari Jakarta menginap- gue panteng dengan jarak dekat agar anginnya berasa. Hasilnya: stiff neck.
Ahhh. Apakah ini sang yada yada gegap gempita global warming itu? Foto yang gue dapet dari forwardan email dan gue tempel di atas itu, tiba-tiba berasa bak sebuah approval tentang global warming dengan cara yang mudah dicerna.
Tapi gue bisa apa ya selain garuk-garuk kepala karena keringetan dan bau kecut? Mana berasa nih panas untuk orang yang punya pilihan beragam yang tinggal nambah AC di kamarnya dan naek mobil ber AC kemana-mana.
Yah emang lagi-lagi nih panas jadi konsumsi buat kita-kita, yang masih setia cari kos dingin di Jakarta dengan harga miring, dan pulang pergi naek kopaja terutama di akhir bulan. Paling kalo pengen ngadem numpang di rumah bogel or ijul.

Tuesday, November 21, 2006

ingatlah hari ini



kawan dengarlah yang akan aku katakan
tentang dirimu setelah selama ini
ternyata kepalamu akan selalu botak
eh kamu kaya gorila

cobalah kamu ngaca tuh bibir balapan
daripada gigi lo kaya klinci
yang ini udah gendut suka marah-marah
kau cacing kepanasan

tapi ku tak peduli
kau slalu di hati
kamu sangat berarti
istimewa di hati
slamanya rasa ini
jika tua nanti kita tlah hidup masing-masing
ingatlah hari ini

ketika kesepian menyerang diriku
nggak enak badan resah nggak menentu
ku tau satu cara sembuhkan diriku
ingat teman-temanku

dont you worry just be happy
temanmu disini

kamu sangat berarti
istimewa di hati
slamanya rasa ini
jika tua nanti kita tlah hidup masing-masing
ingatlah hari ini
dont you worry dont be angry
mending happy happy
(ingat hari ini ya :) dan kemarin dan kemarinnya lagi...)

Friday, November 17, 2006

sayonara MTV


Weekend kemarin gue nginep tempat temen gue, yang artinya, gue bisa nonton TV. Clicking through several channels, then we finnaly end up watching MTV. Dengan riang gembira dan sok kenalnya gue cerita-cerita: 'Yang ngedit Rumah Gue sekarang si Dani lho', 'Eh ini kan Nongkrong Bareng yang si Nabil bilang waktu itu', 'Kata anak-anak si Vina itu sebenernya....', 'Wah gue kelewat euy What's Up yang kemaren, padahal Widi berhasil dapetin Peter Pan'.

Entah gue mellow atau seperti yang gue pernah denger pada suatu kultum di bulan puasa bersama Miftah Faridz dan Project Pop bahwasanya manusia itu makhluk yang suka berasosiasi alias mengkait2kan segalanya.. kemaren itu gue merasa rindu gak jelas untuk kerja di MTV lagi, dengan segala kebrobrokannya.

Ehh.. tiba2 gue chatting sama Nabil hari Selasa kemarin:
nabil (11/16/2006 10:02:31 AM): eh duy, hari ini kita semua di phk loooohhh
nabil (11/16/2006 10:02:31 AM): seriusss

Lalu berjalanlah cerita-cerita dan chattingan gue sama anak-anak MTV. Ada yang bilang MTV Spore bangkrut, ada yang bilang kebijakan dari MTV Headquarter di NY, trus mau dibeli sama MNC, dan lain sebagainya. Trus ditambah miris juga liat status di YM mereka yang auranya gelap banget.

Only one month left before the finalization.

Ini pertama kalinya gue merasakan yang namanya PHK massal on first hand. Bukan dari koran atau tv. Dan gue juga pernah kerja disitu sekitar 5 bulan yang lalu!! Jadi langsung deh kebayang tuh OB, satpam, beberapa temen yang udah lumayanan umurnya dan lumayanan jumlah anaknya, pasti ada yang lagi hamil, pasti ada yang lagi nyicil rumah. Dan disisi lainnya kebayang para bos yang pasti udah aware of it jadi pas diPHK dapet pesangon sekaligus udah dapet tempat kerja baru. Huuhhhh. Gak abis-abis deh liciknya.

Farewell my friends. I really hope you all could have much better job!!

182.500 setahun

Berapa gaji anda per bulan?
Tujuh koma tujuh juta. Tiga puluh sekian juta. Sebelas juta ditambah uang makan dan transport. Hampir dua puluh juta.

Berapa aset anda disana dan disini?
Rumah di Jakarta Selatan. Tambang Emas. Pabrik Es. Mobil CRV.

Biasa makan dimana?
Bukan home made. Bakmi boy. Sate House Senayan. Fancy food di Mall.

Kerja di bidang apa?
Sosial. Membantu masyarakat kecil. Meningkatkan taraf hidup. Membangun.

Mau ikutan gak?
Pake duit ya. Nggak ah. (belum dilihat)
(Yang satu masih dengerin)

Dengan 182.500 rupiah anda sudah bisa membantu anak sekolah di Wailago, Flores sebanyak 500 rupiah per hari. Bersedia? (penawar adalah LSM dengan aktifis yang trustworthy dan track record bagus yang sudah diekspos di TV nasional bahkan internasional, bukan sekadar minta sumbangan)
Ya saya ambil satu, talangin aja dulu, nanti diganti pake duit **** (nama lembaganya, red.)

Kita semua ambil perorang (dengan spesifikasi gaji dan aset jauh dibawah mereka). Mau ambil lebih? (menawarkan didepan lebih dari 5 orang dengan spek income seperti dalam tanya jawab diatas)
Loh, nggak bisa per lembaga aja? Ya udah deh saya bayar sendiri aja. (dan belum bayar sampe sekarang)

Begitulah drama babak satu hari yang membuat gue cukup tercenung rada lamaan. Ditambah dengan fakta bahwa ketika tawarannya gue kirim ke 4 milis yang berisi teman-teman dekat gue dan 1 milis setengah dekat, responnya adalah: 1 orang bertanya kapan deadlinenya, 1 orang bilang mau tapi ketika di follow up menghilang, dan 1 orang lagi bilang mau, tapi belum kasih kabar sudah transfer atau belum sampe sekarang. Hanya itu saja.

Friday, October 20, 2006

Thursday, October 19, 2006

happy 25!


Satu dua tiga nggak terlalu ingat.
Sepuluh atau sebelas, bagi-bagi Rp. 250,00 untuk jajan di kantin.
Tigabelas Empatbelas, agak malu-malu.
Tujuh belas was a blast. The invitation become doubled. Everybody’s coming though I lived far away from school.
Twenty something udah mulai di kos-kosan. Celebrating bareng Piesca sambil nungguin telpon dan sms masuk.

Then, few days ago, my 25.

Nggak bermaksud buat riya tapi hari itu, ditengah gue sok cuek, hati gue sering sekali bersyukur.

Telepon masih berbunyi.
Sms masih masuk.
Masuk lagi.
Bunyi.
Bunyi.
Dan bunyi lagi.
Ulang tahun gue di launch di 4 mailing lists.

Dan ketika cek friendster, ya Tuhan, entah gue lagi mellow atau apa ya, tapi gue bener-bener terharu liat semua testimony dan pesan-pesan itu. Belum lagi pesan-pesan di YM.

Monic, sobat gue dari SMP nulis gini di smsnya, ‘Btapa herannya gw knp gw slalu lupa ultah org2 bhkn tmn2 dkt gw, tp ntah knp gw gak pnah bisa lupa ultah lu, so u must be special somehow’. Ada Conge yang maksa buat ketemu jam 12 supaya lebih afdol (walau akhirnya ketiduran juga). Ada testimony Kiki dan Yudith yang bilang gue punya big heart (deuuuhhh..). Ada Olin yang kasih joke birthday dan juga jalan ke Senayan City buat beli Jco 2 lusin. Trus Tika sama Oki yang udah nyiapin tas kuning buat kado gue. Pangeran brunei yang udah menepati janjinya buat testimony. Ada Cepot temennya Buncit yang cuma ketemu sekali di KL tapi masih inget gue. Dan semua sahabat gue lainnya yang udah dengan baik hati sepenuh jiwa raga ngucapin selamat buat gue (including lo: goy, yaya, stania, noka, ijul, buncit, hmmm.. sapa lagi nih ya yang suka baca blog gue? :P) Pokonya buat semuanya, huhuy banget dehhhh!

Yang jadi klimaks hari itu, ada bunga cantik dari Medi MB, lengkap dengan puisi kaya gini:

My humblest happiness to celebrate thy day of birth
Would not I cheer the moment thou art upon earth
Is it not a dame blooms at her 25 of being
Oh how thy blooms my dearest fairest how thy spring
Might it be too much if I ask thou this
Allow me to cherish though from afar, from abyss
And shall the words false oh my fine maiden
At least know thee art loved, true, honest and open
Medi M.B.

Awalnya gue keGRan. Gue pikir gue punya secret admirer segitunya sampe kirimin bunga. Gue udah tanya sana-sini siapa kira-kira laki-laki itu? Ternyata, Medi MB itu tiga perempuan cantik-cantik sobat-sobat gue yang takut kena marah. Hehehe. Chei, Ei, dan Mala (yang gue pikir kalian gak ada romantis-romantisnya) kirimin gue bunga berikut puisi cantik itu. Pakai nama Medi MB, Medi Mahlibi Binabirawa (this one is long story).

Come to think of it dear, it’s better to have flowers from best friends who knows me too well, rather than a secretive and coward secret admirer :)

Dan, terakhir ada si Buncit yang jadi merasa bersalah karena dia juga harusnya bisa beliin gue bunga. Hehehe. Sebagai gantinya gue suruh dia fotoin gue sama bunga dan nongkrong sampe malem beresin Ecozine. Sambil nolak-nolak Onge ama Dani yang kayanya rindu banget nongkrong ama kita tapi gara-gara kita takut sama Mai dan Ijul makanya kita harus kerja malem itu. Heheheh.

Happy 25 duy! You should deeply thanks for those many loves God send to you!

(note: dari semua yang kasih selamat ke gue, hanya SATU yang datang dari anak MTV –Nabil, lo diitungnya temen SMA gue ya!!!- Thanks yah Widi sang partner What’s Up guehhhhh. Hehe. Ngerti kan kenapa gue keluar dari MTV? :p)

Monday, October 09, 2006

rain


All that I need now
Is for the rain to fall from the sky
To wash away my pain inside
All that I need now
Is for the rain to fall from the sky
The rain will fall the rain will
The rain will fall the rain will fall...

universal remote control


Calon suami gue, Adam Sandler, emang jempolan. Setelah dia sukses membuat lagu "Grow Old With You" untuk discreet girlnya which is gue, dia baru buat lagi sebuah film sitcom standar dengan cerita yang mudah dicerna. Ngekhayal-khayal dikit. Hillarious. Simple. Entertaining. Moving. Nangis deh gue.. hehehe.

Anyway, filmnya nggak usah dibahas yaa. Yang jelas: IT’S A MUST SEE MOVIE. Now I’m going to wandering around on what will I do if I have universal remote control:

Jadi interpreter 5 bahasa
Dengan feature ‘language selection’ gue bisa mendadak brainy dan menguasai beberapa bahasa sekaligus. Tapi biar kesannya nggak terlalu sombong, gue akan fokus pada 5 bahasa aja: English, Chinese, Spannish, German dan satu bahasa negara kecil mungil aneh indah yang jarang banget orang ngerti bahasanya.

Tekan pause untuk nyebrang
Jalan depan kosan gue, cuma @ 2 jalur. Jadi total 4 jalur dengan dipisahkan oleh trotoar mungil. Tapi gue bisa berjam-jam berdiri cuma untuk cari waktu nyebrang. Malah kemaren gue liat ada temen kos gue naek taksi Cuma buat nyebrang doang. Abis itu diterusin naek 604. Hehehe.

Tekan slow motion kalo bos gue lagi kasih instruksi
Dengan kecepatan ngomong dan kelambatan gue dalam mencerna, this feature will help a lot. Semoga gue bisa jadi best employee of the month.

Rewind ke adegan pas gue lagi di tempat-tempat bagus, dan numpang liburan bentar disana
Ngirit dong, sambil mengenang-ngenang masa lalu yang oke-oke.

Masuk ke ‘Bonus Scene’ untuk melihat kehidupan lain gue yang nggak sempet gue jalani
Biasanya kan yang ada di Bonus Scene itu yang nggak ada dicerita utama. Gue pengen tahu seperti apa sih gue dikehidupan lain gue? Gimana perjalanan gue kalo gue gak nerusin kuliah? Gimana jadinya kalo dulu gue nembak dia? Gimana jadinya kalo besok gue masuk kantor jam 11? Gimana kalo gue tetep di MTV? Gimana kalo gue nabok Luna Maya pas dia bilang gue hamil? Gimana kalo gue apply jadi penyiar radio?

Tekan slow motion kalo lagi dipijet.
Jadi pesen cuma yang 1 jam aja, jadinya bisa dipijit sampe 3 jam. Ngirit juga.. Hehehe.. Gak mau rugi banget ya gue…

Tekan pause biar gue bisa punya banyak lebih waktu untuk baca buku, nonton dvd, buat blog, dan sebagainya.
Seperti kata Arkarna, ‘so little time so much to do’

Enough me. How bout you?

Karena Percintaan Setitik Rusak Nyawa Sebelanga


Oke, dua-duanya emang penting. Idealnya keduanya bisa berjalan seiring. Walau kenyataannya, beberapa orang yang selalu punya pacar sering bilang ke gue, ‘Wah enak ya kalo punya banyak temen, kayanya gue jadi nggak punya temen deh abis gue jadian sama ***. Kemana-mana gue bareng sama dia melulu. Jadi nggak pernah main.’ Tapi disisi lain, orang yang punya sahabat dimana-mana juga nggak puas dan sering bilang, ‘Kok gampang ya si ***** tiap abis putus pasti cepet dapet pacar lagi’. Kadang keluhan ditambah dengan embel-embel nggak penting, ‘Padahal ***** kan gak cakep-cakep banget’.

Never ending dialog, ya? Sampai akhirnya gue menonton sebuah film yang benar-benar memutuskan dilema persahabatan dan percintaan ini dengan semena-mena.

Ceritanya ada sepasang anak muda yang udah temenan dari kecil. Kemana-mana bareng. Main basket. Ngobrol. Bareng terus. Sampai BHAM!! 20 tahun kemudian, sang cowok, misalnya namanya Wawan, ketemu ama seorang cewek lain, si Chacha. Dan Wawan jatuh cinta. At first sight. Mudah ditebak, sang sahabat perempuan yang bernama Nina sebenernya naksir Wawan. Lalu mulailah ronde-ronde dimana-mana Wawan –typical, nggak nyadar kalo Nina naksir dia- curhat-curhat tentang Chacha ke Nina. Dan –tentunya- Nina sakit hati dan memendam perasaannya sendirian.

Ini kisah klasik banget yaa. Dan gue juga nyerah aja deh kalo penyelesainnya nih Wawan jadinya sama Chacha eitherway sama Nina. Tapiiii… tetep dong butuh yang namanya proses yang smart untuk mengakhiri semuanya ini.

Sayangnya film ini nggak.

Singkat kata singkat cerita, ternyata si Chacha sakit hati (sirosis = pengerasan hati) sehingga umurnya nggak lama lagi. Sampai akhirnya dia rubuh banget dan dokter memvonis kalau dia bakal mati kecuali dapet donor hati. Di scene lain diliatin si Nina yang sedang patah hati lari-lari keliling kebun (KEBUN bukan JURANG) dan akhirnya terperosok. Secara kebetulan atau ngirit ongkos produksi, Nina masuk rumah sakit yang sama dan berada di ranjang sebelah Chacha di UGD.

Sekali lagi gue tekankan, Nina terperosok di KEBUN. Oke deh luka-luka, oke deh patah kaki. Tapi apa coba keputusan sang penulis cerita: NINA HARUS DIAMPUTASI. Helllooooo…. masih 20 tahun! terperosok di KEBUN doang! Langsung diketemuin sama paramedis! Dan sodara-sodara dia harus DIAMPUTASI.

To make things worse, Nina suka sekali bermain basket. Jadi dia merasa DEPRESI bahwa kakinya harus diamputasi. Okey, that make sense. Tapi, sebagai film yang ceritanya ber-genre remaja, bukankah harusnya film ini penuh semangat dan encouragement? Sayangnya tidak untuk film ini. Akhir kisah Nina memutuskan untuk MENGAKHIRI HIDUPNYA dengan MENDONORKAN hatinya untuk Chacha agar Wawan dan Chacha bisa HIDUP BAHAGIA BERDUA.

Ya sodara-sodara, di film remaja ini, seorang gadis muda berusia sekitar 20 tahun MEMUTUSKAN untuk mengakhiri hidupnya (karena proses DONOR dilakukan dengan sukarela dan bukan pilihan terakhir) demi seorang sahabatnya yang sudah dikenal selama 20 tahun dan basically melupakan dia karena JATUH CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA dengan seorang gadis lain. Notes: Wawan didn’t even showed up at Nina’s funeral.

I am mastering friendship and love relationship, I even write a book on ‘how to cope yourself when your buddy leave you for their spouse’. But death, is none of my choice. Hellish crying and moaning for years are very much possible. But not death.

Kepada bapak penulis cerita dan produser, coba ya jangan segitu naif dan tidak adilnya! I would voodoo you if this movie ever inspire any young person.

Oya, film ini diberi judul HEART, untuk melambangkan proses pendonoran 'hati' secara harfiah maupun kiasan. Sedikit bingung aja, bukannya kalo HATI as in organ tubuh, bahasa inggrisnya bukannya 'LIVER' yah? Mau nonton 'LIVER'? Anyone?

Friday, October 06, 2006

marah-marah

marah-marah.

kenapa seseorang bisa marah-marah?
hari ini marah besok marah apalagi lusa
besar kecil pagi siang di kantor atau di desa
semua kena satu satu
dengan omelan
dengan jutekan
dengan cuekan

sebenernya pusing kepala tapi entah kenapa
pusing literal bukan sok banyak pikiran dikepala

Thursday, September 28, 2006

sebosen bosennya tupai melompat


Pagi ini gue bosen sekali. Kadang bingung juga ya seruangan sama bos, apalagi yang sering rapat. Kalau lagi rapat dan tidak ada hubungannya sama gue, gue merasa nggak perlu ada disitu dan nggak ngenakin kalau gue disitu. Jadilah gue harus wandering around. Which means gue nggak bisa kerja juga karena semua kerjaan gue kan ada di meja gue. Jadi mendingan gue ngeblog.


Ngapain ya enaknya kalo bosen di kantor?


Yang paling gampang adalah chatting. Lebih seru dikasih trik-trik nggak penting seperti pasang status yang menarik perhatian. Biasanya sih gue suka ngutip-ngutip dari teks lagu, seperti yang lagi sering gue pake, ‘you ask me to enter, but then you make me crawl’. Tanggapan biasanya datang beragam, mulai dari ‘wah duy, gue juga pernah tuh ada di posisi kaya begitu..’ oleh Yaya, dan juga ‘And I can't be holding on, to what you got, when all you got is hurt.. one love.. one blood’ by Kiki yang ternyata malah ikut-ikutan nyanyi.


Cara kedua biasanya adalah makan. Paling enak kalau bosen adalah beralasan untuk cari makan diluar kantor. Bukan makanan besar, kudapan aja. Kadang jalan ke Monami (bakery deket kantor gue, red.) untuk beli kopi kotakan capucino (apa capucini yah?) espresso dan beberapa kue kecil yang gak penting atau asem-aseman yang in the end diabisin sama mbak Susy. Eh ngomong-ngomong kripik Sanjay gue juga diabisin sama mbak Susy. Hmmm. Tapi plan ini lagi nggak bisa gue lakukan karena lagi puasa boooooo. Setiap hari harus menahan godaan bau-bau wangi kopi karena emang temen gue banyakan yang nggak puasa.


Browsing, browsing, blogwalking, blogwalking, blogwalking, blogwalking dan friendstering (in order, red.). Itu juga seru. Walau harus curi-curi juga karena tampilannya cukup obvious untuk membuktikan kalau gue tidak bekerja. Paling sering itu buka wikipedia, yahoogroups, googling pake keywords nggak penting seperti : ‘sapi’, ‘merajut’, ‘catwalk’, ‘muntah darah’, dan sebagainya. Bisa juga cari lyrics. Atau bikin blog seperti sekarang. Atau blogwalking. Kalau udah mentok banget gak bisa ngapa-ngapain lagi, barulah main friendster.


Keempat: ke kamar mandi. Cuma buat ngaca doang. Benerin rambut. Atau emang menunaikan kebutuhan biologis (kesannya apaan banget nggak nih? Hehe).


Ada yang mau nyumbang ide untuk menyelamatkan gue?

Wednesday, September 27, 2006

TV TV Cantik

Cobalah mampir ke televisi dan lihat majalah beberapa saat terakhir ini. Siapa yang lagi sering ada di tv dan menurut gue nggak terlalu penting? RATU.

Kemaren baca di Tempo, mereka abis manggung depan SBY, JK, Gus Dur dan Sutiyoso, dan berkasus pula secara nggak bisa menyebut nama mereka dengan baik dan benar. Well, se-opposan2nya gue, taulah gue nama panjang mereka. And I think they do should fully comprehend their audiences, regardless whom it would be.

Lalu mereka juga muncul di Honda Jazz, TV atau Kulkas something, Iklan layanan Masyarakat sama Polda something, sempet tour ke berapa puluh kota, iklan dove, soklin juga ya kalo gak salah? dan yang paling nyebelin adalah keluar di Extravaganza dengan catetan 'Saya nggak mau di make up jelek, saya nggak pede'. D'oh!

Berapa album mereka? Masih terhitung dengan sebelah jari. Berapa jumlah lagu mereka sendiri dalam album mereka itu? Lebih sedikit dibandingin gigi keponakan temen gue yang masih imut2. Berapa dari lagu mereka itu yang nggak ada peran atau nggak keliatan muka sang Suami yang konon kabarnya dimiliki oleh keduanya? Sama ama jumlah belanjaan gue di akhir bulan.

Tapi kenapa ya mereka bisa exist gtu?

Memang kah beauty is powerful? Or is it beauty is everything in media? Melihat fenomena kedua yaitu Dian Sastro yang dengan cueknya menggantikan bang Tantowi di WWTBM, mengingat adanya perbedaan jurang dan langit diantara keduanya, mungkin emang kedua accusation gue cukup relevan. Sehingga kadang berpikir, emang nggak cukup ya dengan kejadian Nadine yang bahasa Inggrisnya kalah sama anak SD kebanyakan dan itu dibuktikan di level internasional?

Hal ini menurut gue regardless marketing ya, karena kalau nggak ada demand tetep aja marketing akan susah untuk memuluskan jalan semuanya. Hhhhh, jadi cape yaa? dan jadi ingat dulu seorang teman -yang sama ama gue nggak se-dandy para artis itu- pernah bilang sama gue, 'Orang yang physically challenged (tidak secantik itu, red.) butuh kerja dua kali untuk membuktikan dirinya bisa dipercaya'.

You think so?

Tuesday, September 12, 2006

a pledge


We may appears outcasts to the world,
We perhaps beyond far to accomplish
Of a thoughtful and a dream to come true

To remain and to gain one in eternity
To share lives in rough and ready years
Depicted in every single of our pray

To the path and destiny that we have chosen
For whom we are and what we bare to believe
With all the price and hope we have to pay

As thousand years of ages arrives,
As we both shall agreed to be bond
For our lifetime pledge

In any faith of our good will
The most graceful things in our life time

More than heart and love to attach,
As the strength and the power to gain,
As believes that will keep us survives

It is God fully right to decide of which right or wrong,
None of mankind have right to criticize us

(taken from a very gracious ceremony from a dear friends,
be good you two ki and dy !!!)

Friday, September 08, 2006

Technorati Profile

duy the diva


(free trial here!)

kopaja, si toko serba ada

‘Wah saya pernah menghalangi orang mau bunuh diri waktu itu di Bis Kota, tapi kalo sekarang sih naik kendaraan umum apa aja beresiko yaa’, begitu ujar Tupi, seorang perempuan yang sudah malang melintang di dunia transportasi Jakarta selama 3 dekade. (udah mirip pos kota belum pembukaan gue?)

Sejak gue pindah ke Jakarta di bulan Juni 2004 yang lalu, kopaja resmi menjadi teman setia gue untuk kesana kemari. Apalagi waktu kualitas hidup menurun pas kerja di MTV. Hehehe. Sepanjang sejarah yang masih singkat itu, sering banget gue melihat copet berseliweran, bahkan HP gue sendiri pernah ilang karena mereka.

Walau in disguise, masih kebaca mana yang copet dan mana yang penumpang biasa. Their body languages scream it out loud. Ada yang sok-sokan bawa ransel, tapi isinya kosong. Kemeja juga pada tangan panjang semua. (Helloooo, udah out of date tau copet pake tangan panjang). Dan seringnya sih berbau badan tidak sedap. Jadilah ketebak.

Tapi yang terakhir kemarin sedikit berbeda. Gue tidak menduga bahwa mereka adalah copet. Badannya bagus-bagus (as in sedikit kaya ‘bapak-bapak’ dengan perut membuncit sewajarnya). Baunya wangi. Pake kemeja lengan pendek dan celana bahan yang I can tell itu bukan bahan murahan. Tapi ternyata, mereka copet. Mas didepan yang pake celana pendek yang jadi korbannya.

Ternyata intinya cuma satu, mereka bergerombol.

Sekarang kasusnya bukan hanya copet kalo di Kopaja atau Bis Kota atau semacamnya. Kemarin sempat ada –mungkin- maling yang tiba-tiba naik kopaja gue. Lalu nggak berapa lama ada mas-mas yang naik sambil teriak-teriak, ‘mau kabur kemana lo?’. Sementara itu si maling tampangnya udah ketakutan banget dan akhirnya ngikutin orang itu. God knows orang itu bakal diapain aja setelah dia ketangkep.

Ada juga peristiwa penangkap2an oleh Polisi Pamong Praja whatsoever yang terjadi disekitar kendaraan umum gue di perempatan Mampang. Gue pikir kenapa nih orang kok nangkepinnya brutal banget sih? Emang berapa yang dia colong? Berapa sih omset tukang copet dalam sehari dibandingin white collar crimes? Apakah hukumannya memang harus selalu dipukulin seperti itu? And guess what Ladies and Gentlemen, itu hanyalah penertiban pedagang asongan. Yang gue liat waktu itu ternyata tukang koran. Tapi gue yakin yang laennya juga kena. Kenapa sih musti brutal? Those cops aren’t any f***** better.

Kadang yang gini-gini emang ngebuat gue jiper buat naek Kopaja lagi. Tapi kalo suasana lagi enak. Ada tukang ngamen yang kebetulan nyanyinya lagi pas, atau anak kecil yang pas gue kasih beng-beng mukanya sumringah banget, atau kesian liat abang-abang jualan tissue, cotton buds, minuman, kacang telor, peniti, permen jahe, alat pijat, buku mewarnai, jepit rambut, tempat CD, penggaris serba bisa, puzzle, majalah bekas, permen asem, buku memandikan jenazah, tasbeh, gue jadi rindu lagi neh naek kopaja, si toko serba ada.

Wednesday, September 06, 2006

Beautiful Black

(Ceritanya kan ada lomba summer fun ' 06 something di Starbucks. Caranya adalah dengan ikutan nulis sekian ratus kata dengan tema 'Starbucks and me' dan disubmit lah lewat email. Being an-obsessed-to-be-writer-and-adore-any-competition-involved-writings-although-never-win kind of girl, menulislah gue sebuah cerita.

Ternyata, kemarin gue dipanggil ke Starbucks Sudirman Place untuk acara launching Signature Hot Chocolate dan juga pengumuman pemenang. Pas dateng ternyata nama gue ter-submit as 'duy', dan mbaknya bilang 'aduh, Duy ya? dicariin nih. kok kamu gak pake nama asli sih? sayang yaa. Nanti kita nggak bisa cocokin sama KTP dong. Soalnya, kita nggak boleh korespondensi sama peserta, jadi kita nggak bisa kontak kamu deh.'

Deg2an dong gue. Apalagi gue anaknya keGRan tuh, jadi berasa harusnya menang tapi nggak bisa gara-gara nggak pake nama asli.
Lalu besoknya gue ke kantor, dan gue buka tuh file gue, ternyata emang gue pake nama asli. Email gue doang masih duy duy duy. Huiks. Emang gak jodoh aja. Tapi lumayan banget sih, free flow drink dan pastries, 4 bungkus kopi buat dibawa pulang, dan 4 vouchers any tall beverage -dicolong Ijul 2 biji tapinyah-.
Anyway, karna kalah, gue post aja di blog gue!)



One of my first drinks is coffee. Even on my chubby little years, my meaningless mumbles seems want to protest any advertising uttering coffee as the best drink for children. I, currently, urged to fight for the babies’ right to choose their favorite drink. I am pro choice than pro milk. I might go to give free lectures for mommies to understand their kids genuinely. Of course Starbucks would be available during the lesson.

We lived at a housings way far from urban area. At the moment, you can easily count number of stores both exist and accessible for us to reach. My dad loves black coffee. I don’t know if he were sure of it or merely have no choice. But, seeing him drinking coffee at least twice a day had make me contagious of its unique taste.

Sometimes, watch him drinking, I wonders. Why this black liquid could taste so good? All things around me always yield that black or dark is bad and bitter. If you baked brownies and its get too dark then they said that it’s a failure. If you have black skin (in Indonesia only, I suppose), people would promote any crème to make it fairer. The pigeons represent peace and harmony is the white. The black one stays at zoo. Brides always use white. Meanwhile, black would be useful on funeral.

Yet, this liquid seems so strong and powerful. When my mommy meeting her friends they would have colorful drinks or tea, accompanied with crackers or cakes. And indeed the situation was light, cheery and full of laughter. As the opposites, the daddies would have this black drink as their partner to have more serious conversation. It usually done in the night, completed with the smoke of cigarettes and sometime with chess or television if it were on world cup nights.

So I ask myself again? Does this black thingy should have this creepy atmosphere? Since I, being a female, love to have coffee more than other colored drinks, I began to feel insecure and consider coffee as my guilty pleasure. I’m afraid of the look in people’s eyes if they see women drinking coffee. It seems as I just make terrible sins. But I couldn’t deny the desire also. Thus I always wish that I could have this sweet black liquid without losing my woman touch.

Being not that metro people person and prefer to live life casually and doesn’t really enjoy the night life, if I go out I would choose fast food with standard drink, or just hang out at friends and then did some quickie with instant coffee. If I have to stay up late for studying, then my dad’s black coffee still help me much. That’s my zenith with coffee before I start to work in Jakarta, the place where I first met the green lady with crown.

I remember of visiting Starbucks Thamrin for my beginning. I indeed felt kinda left out to see Starbucks visitors were mostly out of my league. But the urge to try the rumor myself of having the best coffee in the whole world killed the anxiety. I was ordering Hot Caramel Latte with glass, not because it was cheaper but because I thought fiber would be too hot to handle. I just know recently that it merely one of Starbucks efforts in being friendly with the environment. Please forgive my out of date mind.

Sipping my coffee, I was wondering around the room. This was the exact contrary of what I always feel of the black liquid named coffee. Yes indeed smokes from cigarettes are exists, but it didn’t feel creepy as my old pictures of the daddies gathering nearby my home. Women are here, there and everywhere. They have cheery laughter with their friends, boyfriends, or just alone with laptops and novels. The baristas are friendly and really guide a newbie like me in having the best composition of coffee. And indeed the coffee is the best.

Finally, I met the lovely black liquid coffee that could relieve my guilty pleasure and transform it into total delight. Observing the atmosphere, I feel my self at ease. It seems that this place is indeed buffering my hobby of reading and makes my novel more interesting. From being afraid of entering the location, until willing to stay there until late.

There is one lifetime partner that should not be separated from coffee, namely atmosphere. For this case, I should bestow all my thumbs up for Starbucks in making this atmosphere and coffee brewed together nicely. Already I go and journey and try and taste various coffees at numerous places of Starbucks. All of them are maintaining this soul mate of coffee and atmosphere by providing cozy cushion and music. Enough to enhance the coffee at its best and sufficient to make me struggle for a cup of Starbucks coffee.

Unfortunately, the wallet of mine didn’t work quite well on my early days in Jakarta. I must admit that I somehow could not afford of buying Starbucks. Sometimes I go there with one or two friends and only drink a cup of coffee just to meet the atmosphere and fulfilling our addiction by sharing drops of coffee. Doubly, once or twice I also skip one of my meals so that I could have a glass of Vanilla Late on my own. It was quite a day, but somehow if you already fall in love, you would do anything to have it.

I consider in seeing Starbucks as one of my self acknowledgement. For an ordinary girl with conservative thoughts like me, meeting Starbucks had somehow add another point of view in life that support my transformation into extraordinary. I might still prefer quiet place like the one in Setiabudi Building or Tebet due to its calmer surroundings which highly suitable if I need to finish my work or simply my Paulo Coelho, yet the hyper place like the Thamrin is as well going so fine with my have fun go mad mood on weekend. Still, any places of Starbucks indeed change my childhood notion that coffee is only for men and it should be drink at creepy places. Thank God now Starbucks is also brewed outside Jakarta, or else there would be several teenagers like me that would still find her acknowledgement.

Now I could sip my coffee with my friends or just with my brownies without being guilty. Well, sometimes I do feel guilty with my weight if I did order any Grande Espresso and sandwich (mostly pastries also). I just couldn’t resist the temptation. Anyway, although it’s black, now I could tell the world, that Starbucks is a Beautiful Black!

Tuesday, September 05, 2006

dance with my father

tis not the betrayal
tis not the unfaithfulness
simply
started with ignorance
then high frequent statement
up to unbearable hard headed
then you get tired
just tired
unconsciously exhausted
left only silence
unspoken thoughts
and definitely fears..

Back when I was a child, before life removed all the innocence
My father would lift me high and dance with my mother and me and then
Spin me around ‘til I fell asleep
Then up the stairs he would carry me
And I knew for sure I was loved

If I could get another chance, another walk, another dance with him
I’d play a song that would never, ever end
How I’d love, love, love
To dance with my father again

When I and my mother would disagree
To get my way, I would run from her to him
He’d make me laugh just to comfort me
Then finally make me do just what my mama said
Later that night when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he would be gone from me

If I could steal one final glance, one final step, one final dance with him
I’d play a song that would never, ever end
‘Cause I’d love, love, love
To dance with my father again

Sometimes I’d listen outside her door
And I’d hear how my mother cried for him
I pray for her even more than me
I pray for her even more than me
I know I’m praying for much too much
But could you send back the only man she loved
I know you don’t do it usually
But dear Lord she’s dying
To dance with my father again

Every night I fall asleep and this is all I ever dream

Thursday, August 24, 2006

Extra Work Extra Weight


Sebelum long weekend paling panjang sepanjang jaman kemarin itu, gue menyempatkan diri untuk timbang badan dirumah temen gue.

Tuiiinngggg…

Gile yaaa?? Berat gue udah segitunya?? Tuhan tolong.

Pantesan kemaren waktu gue mau rapat NSC –dimana gue harus berapi jali dan pake kemeja-kemeja preppy dimana lately gue jarang banget beli kemeja- gue bingung banget mo pake baju apa karena semuanya udah gak muat. Yes, ladies and gentlemen, baju-baju manis berkembang kecil-kecil yang dibuatkan oleh Ibunda gue tercinta itu kagak ada yang muat lagi di badan gue. Akhirnya gue kudu nrimo pake kemeja item yang sebenernya ngepas banget dan perut gue tercetak dengan sempurna namun dark colour would be a perfect disguise for big tummy.

Lalu gue mulai mengingat-ngingat lagi, kapan ya gue mulai menggelembung begini? Pastinya pertama adalah pas gue jadi MC dan ditaro di Shangrila for 4 or 5 days. The food was GREAT! Name it! Makan pagi, siang apalagi malem, dan snack yang soo yummy dan pasti membuat orang ndeso kaya gue ini tergelepek-gelepek dengan segala macam cheese cake atau daging kambing yang dibolak-balik itu. Walau to be frank, ketika gue balik ke Bandung lewat Gambir (belum musim travel waktu itu, Cipularang belum exist) yang gue cari adalah ketoprak. And it taste waaayy better than those gorgeous western food.

Then, my days of work started to roll. Ternyata memang kasus badan menggelembung sejak bekerja terjadi pada sekitar 72% new comers, terutama di kota besar seperti Jakarta.

Mari kita telaah bersama dari beberapa sudut:

[1] Cash in Hand
Para pekerja baru ini memperoleh sesuatu yang baru juga, yaitu uang gaji baru, yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Mungkin beberapa orang pernah kerja semasa kuliah, tapi pasti jumlahnya kebanyakan tidak sesignifikan gaji yang mereka dapat di pekerjaan mereka sekarang. Ya please donk, kalo masih gedean gaji waktu kuliah, kenapa gak diterusin aja kerjaannya?

Uang baru ini membuat mereka menjadi lebih bebas memilih makanan apa yang disukai dan digemari. Beberapa makanan mungkin menjadi ancer-ancer mereka semenjak masih kuliah. Seperti misalnya segerombolan anak dari Bandung pas jaman Starbucks cuma ada di Jakarta, tiap ke Jakarta makan cari yang murah supaya bisa nongkrong di Starbucks. Ada yang emang karena doyan ngopi, ada yang emang karna doyan nongkrong karena kesannya anak gaul ibukota banget gtu loh.

Sekarang, para new comer ini sudah bisa beli apa saja dengan gaji mereka. Including ngopi the tallest frappe drinks di Starbucks plus beli-beli cakesnya, atau kalo emang doyan bisa bawa pulang beberapa cookies. Termasuk juga mulai belanja di sogo, beli juice2 dan crackers2 aneh di Total, nyicipin semua kuenya breadtalk, berani masuk ke resto-resto mentereng walau abis liat menu langsung nanya ‘kita mo share makan apa neh yang murahan?’, nyoba-nyoba sabun dengan wangi-wangi baru di Body Shop atau Marcks and Spencer, beli sekali dua kali kaos fancy, looh, jadi ngelantur dari makanan..


[2] Rapat-rapat Keparat
Remember the day? Shangrila? Makanan enak? Hmm. Buat orang yang kerjaannya deals with invitations: meetings, workshops, seminars, dan lain lain, maka kesempatan buat makan enak juga jadi terbuka lebar. Dan parahnya lagi, it’s all free dan seringnya delicious.

Tidak hanya di restoran fancy. Jika kebetulan lo sedang kunjungan lapangan kesuatu desa yang cukup remote dan memiliki tradisi bermacam-macam antara lain jika makanan yang terhidang tidak habis maka itu artinya penghinaan, well dear, you are stuck.

Gue pernah kunjungan ke Desa Cibuluh, Cianjur. Jaraknya setelah naek mobil jalan biasa sekitar 5 jam, naik mobil jalan ajrut-ajrutan 3 jam, dan akhirnya naek ojek atau naek land rover dengan kondisi gak ada pintu dan ngangkangin bensin selama 2 jam. Disana, ketika baru datang ditawarin makan. Abis ngobrol ditawarin makan. Pindah kerumah sebelah ditawarin makan. Nengokin PLTMH di 1 jam jalan dengan keimiringan 160 derajat dan koefisien gesekan tak terhingga dan disana disediain makan. Balik ke balai desa makan lagi. Ngobrol sama ibu-ibu dibelakang ditawarin makanan ekstra. No wonders.


[3] Begadang jangan begadang
Beberapa tips diet menyatakan ‘no meals after 7’ or worse enough ‘no carbs after 5’. Research show that your body need 8 hours to digest any swallowed food. It means any food would stuck on your body and didn’t digested properly if you just finally stop eating for one or two hours before you sleep.

Sementara itu, anda tau yang namanya demand pekerjaan? Kerja biasa aja ada yang namanya lembur. Bekerja sampe malam. Dan pada saat itu, biasanya office boys pada hyperactive nawarin makanan dengan berharap mereka bakal ditawarin makan juga. Akhirnya lah kita pesen makan. Mana kalo udah lewat jam 9 biasanya udah mulai laper lagi tuh.

Apalagi jika memang pekerjaan menuntut untuk bekerja sampe pagi. Misalnya ngedit film. Di editting suite yang berlokasi strategis as in dekat Tebet sang pusat makanan sejati, circle k yang buka 24 jam, dan juga berpuluh2 kios martabak, indomie, dan nasi goreng. Not to mention boleh pesen makanan apa aja gratis.


Yak demikianlah sekelumit teori tentang perbesaran tubuh setelah bekerja. Sekarang gue lagi usaha banget untuk menguruskan badan, mulai dari nyoba carb-blocker dari Amway, pil detox yang kaya pupupnya kambing, sampai cara paling alami, no hard meals after seven. Thus today, I ordered sapo tahu with no rice on 6 PM.

Then I got a call. ‘Duy, ke Cartel donk, gue traktir!’. Dan kesanalah gue, jam 9 malam, pesen apple pie enak dengan eskrim dan whipped cream, minum lemon tea –udah gue kurangi gulanya sumpaaahhh…- lalu ngobrol punya ngobrol (sambil ngemilin complimentary roti ama butter) jam 11 malem mulai laper lagi dan pesen Potato Wedges, dengan ditoel ke mustard dan mayonaise.

There goes again my want-to-have-a-formal-eating-habit.