Monday, December 11, 2006

MAAF, ILEGAL JALAN

Salah satu trip gue adalah dari Banda Aceh ke Meulaboh. Berhubung jalan biasa yang hanya memakan waktu 3,5 jam sudah ludes dimakan Tsunami, jadilah kita harus lewat jalan yang agak memutar. Ada 2 alternatif, yang pertama lewat Calang –lebih cepat 2-3 jam, pemandangan bagus, tapi jalan jelek dan nggak bisa dilewatin kalau hujan-. Yang kedua adalah lewat Geumpang –jalan sudah lebih bagus, pemandangan biasa, dan lebih lama. Both lewat kedua jalan ini, lebih baik dilakukan siang hari dan memakan waktu minimal 7-8 jam, belum dengan istirahat.

Dengan semangat traveling dan memang ingin mampir ke Calang, berangkatlah kita lewat Calang. Asik banget emang pemandangannya. Pantai dikanan Gunung dikiri. Walau masih banyak debris tapi pantainya tetap cantik. Kadang berhenti bentar untuk foto-foto. Air lautnya masih ijo banget. Gunungnya sudah banyak yang gundul dan dikikis, tapi masih cantik, lebat dan hijau.
Berjalanlah kita sampai sekitar jam 2 siang, which mean lewat setengah dari perjalanan kita. Mobil sempat menyebrang pakai rakit di Lamno dengan susah payahnya, lalu naik-naik gunung berkelak kelok dan tentunya sebagaimana layaknya perjalanan keluar kota jalannya cuma ada satu itu doang dan nggak ada alternatif. Dan guess what??? Ada dua orang pemuda yang mengatas namakan masyarakat memasang palang di jalan agar orang tidak bisa lewat!! Lengkap dengan tulisan, ‘Maaf Ilegal Jalan’.
Jalan itu ternyata adalah jalan darurat atau mendadak setelah Tsunami yang dibuka oleh USAID dan Tentara (CMIIW). Komitmennya adalah, USAID hanya menyediakan infrastrukturnya dan masalah pembebasan tanah harus diselesaikan oleh pemerintah. Dan ternyata belum selesai semua. Sehingga si dua pemuda ini ingin protes dengan cara menutup jalan. Semua bagian jalan ditutup. Bahkan tidak ada celah sama sekali untuk para pengemudi motor.
Berhentilah kita semua disitu. Beragam mobil baik dari sisi Banda Aceh maupun dari sisi Meulaboh. Ada mobil-mobil sipil, pick up pengangkut barang, beberapa travel L 300, truk-truk angkut barang berat, motor-motor dengan bak ekstra untuk berjualan, mobil-mobil besar milik NGO international. Berebutan lah orang keluar, termasuk ibu-ibu berjilbab yang kebingungan, dan mungkin berharap untuk segera bertemu kerabatnya di ujung yang lain.
Mungkin suasananya seperti Desa Belah Tengah di komik Asterix.
Setelah ngobrol-ngobrol dan bernegosiasi halus. Sang pemuda tidak mau berkompromi. Mereka menuntut kita agar lapor ke Camat agar mereka segera diberi hak pembebasan uang tanah.
Karena diburu-buru oleh waktu juga, kami memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh. Dengan susah payah, mobil Inova sewaan kita berhasil memutar dan berbalik arah kembali. Kebayang nggak sih si truk truk pembawa batu yang segede jembreng itu gimana dia mau memutar? Lalu beberapa travel memutuskan untuk tukar menukar penumpang. Beberapa orang membantu pengemudi motor yang masih berusaha nyelip. Si pemuda cuek aja bahkan ketika ada bapak tua lewat dengan motor seadanya.
Sepanjang perjalanan ke Banda kami berhenti dan ngobrol-ngobrol sejenak dengan penduduk sekitar. Si Tutut malah sempet ketemu sama Tentara dan Polisi juga. Ada Camat juga yang akhirnya tahu. Dan apa komentar mereka semua? ‘Oooo..’, ‘Iya sih sudah sering’, ‘Memang begitu, Bu’, ‘Iya nanti kami periksa’. Jadi kesimpulannya: Sudah biasa booooo.
Gue nggak ngerti tuh berapa orang yang dirugikan. Secara materi kita aja udah rugi uang sewa mobil dan bensin satu hari, belum lagi uang untuk beli crackers sepanjang perjalanan. Secara non materi, berkuranglah waktu kita satu hari untuk bertemu masyarakat di Samatiga, Meulaboh, karena mau nggak mau kita harus balik lagi ke Banda Aceh, untuk kemudian jalan ke Meulaboh melalui Geumpang keesokan harinya.
Jadi pusing juga ya kalo begini. Mau nyalahin masyarakatnya, yaa.. gue nggak tau juga kejadian sebenernya kaya gimana. Pemerintah? Ya.. gue juga belum denger versi mereka gimana. Yang jelas gue bingung aja kok bisa tuh Camat cuek sama semua ini. Tebel muka banget yee. Gagal deh gue liat indahnya Calang.

1 comment:

lennyhermawan said...

duy... pulanglah.. kangen!